Oleh: Muhammad Toha
A. Pendahuluan
Banyak metode evaluasi yang bisa digunakan dalam monitoring dan evaluasi yang pada dasarnya dapat diterapkan dalam setiap kegiatan evaluasi program. Secara umum para evaluator program dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pertama, evaluator yang berorientasi pada penguasaan dan penggunaan metode, kedua, evaluator yang berorientasi pada pemecahan masalah dan tujuan evaluasi. Evaluator yang termasuk kelompok pertama biasanya telah menguasai metode evaluasi program, teknik analisis, dan instrumen untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Adapun evaluator yang termasuk kelompok kedua tidak terlalu menguasai metode evaluasi melainkan ia melakukan evaluasi dengan premis bahwa pemilihan metode evaluasi program didasarkan atas tujuan yang telah ditentukan.
Terdapat banyak model yang dapat digunakan dalam mengevaluasi program pendidikan (pengembangan kurikulum). Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, tetapi mempunyai maksud yang sama, yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut (follow up) suatu program atau pengembangan.
Evaluasi program dapat menggunakan pendekatan kuantitatif, kualitatif, atau gabungan dari keduanya. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam evaluasi program untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data yang berbetuk angka-angka dengan pengolahan data menggunakan analisis statistik. Pendekatan kualitatif adalah pengumpulan, pengolahan dan penyajian data yang tidak berupa angka-angka, melainkan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang menggambarkan kenyataan atau informasi sebagaimana adanya di lapangan. Sedangkan pendekatan gabungan digunakan dalam evaluasi program untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data yang berbentuk angka-angka dan bukan angka-angka dengan analisis gabungan statistik dan non statistik. Sementara model monitoring dan evaluasi digunakan sebagai acuan dalam bertindak untuk mendapatkan data teresebut. Pada makalah ini akan membahas tentang model monitoring dan evaluasi dalam pengembangan kurikulum.
B. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi tidak sama, tetapi keduanya memerlukan berbagai unsur dan alat yang sama, antara lain adanya sasaran-sasaran program yang jelas, target dan indikator, serta basis data yang mengandung data mutakhir. Sasaran (output, outcome, impact) perlu ditetapkan sejak awal (pada saat perencanaan), begitu pula dengan indikator dan sasaran utama. Monitoring dapat mempermudah kita dalam mengamati terus-menerus trend dan masalah, dan bila perlu melakukan penyesuaian dalam rencana implementasi atau proses pengelolaan secara tepat waktu. Bila dikaitkan dengan sistem monitoring yang kokoh, evaluasi tidak hanya dapat mengidentifikasi hasil-hasil program, tetapi juga dapat menyediakan informasi mengenai kapan, mengapa, dan bagaimana implementasi program meleset dari rencana semula dan kemudian menyajikan rekomendasi untuk mengatasi masalah itu monitoring dan evaluasi dapat dipakai mengidentifikasi dan mengatasi masalah. Monitoring dan evaluasi juga penting dalam upaya untuk merekam temuan, inovasi, hasil, dan praktik baik, untuk disebarluaskan serta dimanfaatkan pihak dan daerah lain dan juga sebagai dasar untuk “merayakan” keberhasilan. Selain itu, monitoring dan evaluasi merupakan wahana peran serta penerima manfaat program/kegiatan yang sangat efektif bila dilakukan dengan benar.
Meski ada beberapa kesamaan dan keterkaitan antara monitoring dan evaluasi, sebaiknya secara konsepsional hal itu dipahami, dirancang, serta dilaksanakan secara terpisah. Dengan demikian, sebaiknya penggunaan istilah “monev” dihindari karena merancukan antara dua hal yang berbeda. Penggunaan istilah “monitoring (atau pemantauan)” dan “evaluasi” secara terpisah akan membantu menekankan perbedaan proses, tujuan, dan kegunaan masing- masing fungsi atau proses itu.
1. Monitoring
Definisi dan konsep dasar monitoring merupakan fungsi manajemen yang dilakukan pada saat suatu kegiatan sedang berlangsung yang apabila dilakukan oleh seorang pimpinan maka mengandung fungsi pengendalian. Monitoring mencakup antara lain: (a) penelusuran pelaksanaan kegiatan dan keluarannya (outputs), (b) pelaporan tentang kemajuan (c) identifikasi masalah-masalah pengelolaan dan pelaksanaan (Wrihatnolo, Pelatihan Monitoring dan Evaluasi di Surabaya-Presentation Transcript, Online 17 September 2009, tersedia dalam http://www.wrihatnolo.blogspot.com/www.slideshare.net/wrihatnolo). Dalam pengembangan kurikulum, hal yang dimonitoring adalah pelaksanaan dan hasil pengembangan kurikulum tersebut, yang disertai dengan pelaporan kemajuan dan kendala dalam pengembangannya atau pelaksanaannya.
Rencana Monitoring sebaiknya mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1:
Tentukan kegiatan dan keluaran utama yang harus dimonitor, dalam hal ini monitoring dapat difokuskan pada hal-hal seperti metode atau bahan ajar yang telah dikembangkan, sudahkan sekolah atau guru mengembangkan metode dan bahan ajar seperti yang telah ditetapkan, apakah dalam pengembangan tersebut menghasilkan metode dan bahan ajar yang sesuai.
Hal yang perlu diingat adalah jangan berusaha untuk memonitor segala aspek, yang penting memonitor apa yang telah dilakukan, keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa. Kemudian, hasil monitoring itu dibandingkan dengan rencana semula, selisih antara rencana dan hasil monitoring dibuat laporannya, dan kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu diidentifikasi.
Tata cara penyimpanan data juga penting untuk mempermudah penyusunan laporan yang akurat dan tepat waktu. Sedapat mungkin sumber data yang telah dikumpulkan secara rutin dimanfaatkan. Ciptakan format pelaporan yang tidak terlalu rumit, dengan sebagian hasilnya disajikan secara visual/grafik.
Langkah 2:
Tentukan pihak mana yang akan melakukan monitoring dan kapan dilakukan. Sebaiknya pihak yang melakukan monitoring yang dimaksud di sini bukan pihak pengelola program langsung, untuk menjaga independensi. Dengan menganut asas partisipatif, wakil-wakil penerima manfaat program/kegiatan sedapat mungkin bersama-sama melakukan monitoring. Mengenai frekuensi, hal ini sebaiknya dilakukan paling tidak setiap enam bulan sekali untuk sebuah program jangka menengah atau jangka panjang.
Langkah 3:
Tentukan siapa saja yang akan menerima laporan hasil monitoring. Sebaiknya laporan hasil monitoring disebarkan tidak hanya pada pihak-pihak pemerintah (eksekutif dan legislatif), tetapi juga pada pihak pelaksana (misalnya: dinas pendidikan, depag, sekolah, guru), instansi pemerintah pusat serta wakil-wakil kelompok penerima manfaat untuk meminta umpan balik. Buatlah pertemuan berkala untuk meninjau kembali tingkat kemajuan serta memutuskan apakah rencana implementasi perlu disesuaikan.
2. Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata evaluation yang dapat diartikan sebagai penilaian, atau to find out, deside the amount of value (AS Hornby, 1986). Suchman (1961, dalam Anderson 1975, dan dalam Arikonto dan Cepi Safruddin, 2009) memandang evaluasi sebagai proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain dikemukakan oleh Worthen dan Sanders (dalam dalam Arikonto dan Cepi Safruddin, 2009) yaitu kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Definisi dan konsep dasar evaluasi merupakan fungsi manajemen yang dilakukan setelah kurun waktu tertentu atau setelah suatu kegiatan telah berlalu. Evaluasi ini mencakup kegiatan antara lain: (a) Penilaian atas dampak kolektif—baik positif maupun negatif—dari semua (atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada lokasi dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-beda. (b) Diskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana dilihat dari sudut pandang penerima manfaat. (Wrihatnolo, Pelatihan Monitoring dan Evaluasi di Surabaya-Presentation Transcript, Online 17 September 2009, tersedia dalam http://www.wrihatnolo.blogspot.com/www.slideshare.net/wrihatnolo)
Mengenai kegiatan yang disebut di atas. Misalnya, evaluasi dapat dilakukan terhadap jumlah siswa yang berhasil dan serta tingkat penurunan angka kegagalan siswa/pembelajaran disebabkan oleh program pengembangan tersebut. Contoh lain, sejauh mana perbaikan sekolah mengakibatkan peningkatkan kehadiran anak di sekolah dan pengurangan jumlah anak usia sekolah yang putus sekolah.
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright dalam Wahidin bahwa: “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum” (Wahidin, Evaluasi Kurikulum, Online 17 September 2009, tersedia dalam http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/31/evaluasi-kurikulum). Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria.
Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Stufflebeam dalam Farida (2008: 8) mengembangkan standar evaluasi pendidikan (kurikulum), yaitu:
a. Utility (bermanfaat dan praktis)
b. Accuracy (tepat secara teknik)
c. Feasibility (realistik dan teliti)
d. Proppriety (dilakukan dengan legal dan etik)
Sementara itu, Hilda Taba dalam Wahidin juga menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum meliputi; “objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.” (Wahidin, Evaluasi Program, Online 20 September 2009, tersedia dalam http://www.idonbiu.com/2009/05/evaluasi-kurikulum.html)
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan dilaksanakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Pemikiran Doll yang dikutip oleh Wahidin mengemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.” (Wahidin, Evaluasi Kurikulum, Online 17 September 2009, tersedia dalam http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/31/evaluasi-kurikulum)
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya.
Prosedur Kerja Monitoring dan Evaluasi
VISI & MISI
MONITORING
KURIKULUM PROSES
PENGEMBANGAN OUTPUT
ANALISA EVALUASI
Sumber : MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA, G. M. Adioka, Alit Widiarthini, Anom Murdhana http://dies.unud.ac.id
C. Peranan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Dalam hal ini, evaluasi menjadi penting dalam pendidikan karena memberi informasi yang dapat dipakai untuk: (1) membuat kebijakan dan keputusan, (2) menilai hasil yang telah dicapai, (3) menilai sebuah kurikulum, (4) memberi kepercayaan kepada sekolah, (5) memonitor dana yang telah dikeluarkan, dan (6) memperbaiki materi dan program pendidikan. (Farida, 2008: 3).
Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan pada dasarnya minimal berkenaan dengan tiga hal yaitu:
a. Evaluasi sebagai moral judgement, konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai, hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya hal ini mengandung dua pengertian: (1) evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai, dan (2) evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria suatu hasil dapat dinilai
b. Evaluasi dan penentuan keputusan, pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum banyak yaitu: guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembangan kurikulum. Beberapa diantara mereka yang memegang peranan paling besar dalam penetuan keputusan. Pada prinsipnya tiap individu tersebut membuat keputusan sesuai dengan posisinya.
c. Evaluasi dan konsesus nilai dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang ikut terlibat dalam kegiatan penilaian atau evaluasi, para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri dari: orang tua, murid, guru, pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek dan sebagainya. Bagaimana caranya agar mereka terdapat kesatuan penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu konsensus. (Wahidin, Evaluasi Kurikulum, Online 17 September 2009, tersedia dalam http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/31/evaluasi-kurikulum). Secara historis konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal tradisi tes mental serta eksperimen
Fungsi evaluasi menurut Tyler merupakan evaluasi produk yang bertujuan untuk memperbaiki kurikulum (melalui hasil belajar, sedangkan menurut Cronbach adalah untuk memperbaiki kurikulum dan memberi penghargaan, dan menurut Scriven untuk mengurangi kekurangan-kekurangan yang ada. Scriven juga membedakan evaluasi kurikulum dalam dua fungsi yakni: 1) formatif yang dilaksanakan apabila kegiatan evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu dari kurikulum yang sedang dikembangkan, dan 2) sumatif yang dilaksanakan apabila kurikulum telah dianggap selesai pengembangannya (evaluasi terhadap hasil kurikulum). (Evaluasi Kurikulum, Online 24 Desember 2009, tersedia dalam http://pengembangankurikulum.blogspot.com)
D. Model Evaluasi Pengembangan Kurikulum
Model evaluasi ialah model disain evaluasi yang dibuat oleh pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan nama pembuatnya atau tahap pembuatannya (Farida, 2008: 13) maupun sifat kerjanya (Arikunto dan Cepi Syafrudin, 2009: 40). Model-model tersebut dianggap sebagai model standar. Didamping itu, ada juga ahli yang membagi evaluasi berdasarkan misi yang akan dibawakannya serta kepentingan atau penekanannya atau sesuai dengan pendekatan yang digunakannya.
Evaluasi juga dibedakan berdasar metode pelaksanaannya, untuk apa dilaksanakan, dan acuan serta paham yang dianut oleh seorang evaluator (Farida, 2008: 13). Jika dilihat dari segi pelaksanaannya evaluasi diklasifikasikan menjadi tiga macam evaluasi (EVALUASI KURIKULUM, Online, 24 Desember 2009, tersedia dalam http://pengembangankurikulum.blogspot.com/2009/08/evaluasi-kurikulum.html), yaitu:
1. Evaluasi model penelitian
a. Tes psikologi pada umumnya mempunyai dua bentuk yaitu tes intelegensi yang di tujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur prilaku skolastik.
b. Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai tahun 1930 menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertaman, ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam ekperimen tersebut:
1) Kesulitan administrasi, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen.
2) Masalah teknis dan logis yaitu kesulitan menciptakan suasana kelas yang sama waktu kelompok-kelompok yang diuji.
3) Sukar untuk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, pengaruh guru-guru tersebut sukar dikontrol
4) Adanya keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan
2. Evaluasi model objektif
Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serikat, perbedaan model objektif ada dalam dua hal:
a. dalam model objektif evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum.
b. kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujan khusus).
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif:
a. Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum.
b. Merumuskan tujuan-tujuan dalam perbuatan siswa.
c. Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut.
d. Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.
Dasar-dasar teori Tylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan sistem intruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually Prescribed Instruction). Suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research and Develovment Centre Universitas Pittsburg yang menuntu anak agar mengikuti kurikulum yang memiliki tujuh unsur:
a. Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat, dan unit-unit.
b. Suatu prosedur program testing.
c. Pedoman prosedur penulisan.
d. Materi dan alat pengajaran.
e. Kegiatan guru dalam kelas.
f. Kegiatan murid dalam kelas.
g. Prosedur pengelolaan kelas.
3. Evaluasi model campuran multivariasi.
Evaluasi model pendekatan perbandingan (comparative approach), model Tylor serta Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut. Metode-metode tersebut masuk ke dalam bidang kurikulum setelah komputer dan program paket berkembang tahun 1960. Program paket berisi program statistik yang sederhana yang tidak membutuhkan pengetahuan komputer untuk menggunakannya. Dengan berkembangnya penggunaan komputer memungkinkan studi lapangan tidak dihambat oleh kesalahan dan kelambatan. Semua masalah pegolahan statistik dapat dikerjakan dengan komputer.
Langkah-langkah model multivariasi tersebut adalah :
a. Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti.
b. Pelaksanaan program.
c. Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsur dapat disiapkan tes tambahan.
d. Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer.
e. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dan beberapa variable yang berbeda.
Beberapa kesulitan dihadapi dalam model campuran multivariasi ini, yaitu:
a. Diharapkan memberi tes statistik yang signifikan (model kurikulum ini lebih sesuai bagi evaluasi skala besar.
b. Terlalu banyak variabel yang perlu dihitung pada suatu saat kemampuan komputer hanya sampai 40 variabel
c. Meskipun model multivariasi telah mengurangi masalah control berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap menghadapi masalah-masalah perbandingan.
Sedangkan jika evaluasi kurikulum yang dilaksanakan dilihat dari dimensi komponen pengembangan kurikulum maka secara garis besar dapat digolongkan ke dalam empat rumpun model evaluasi kurikulum (R. Ibrahim dalam Rusman, 2009: 114-118), yaitu: 1) Measurement, 2) Congruence, 3) Illumination, dan 4) Educational System Evaluation.
1. Measurement
Evaluasi pada dasarnya merupakan pengukuran tingkah laku siswa yang hasilnya bisa digunakan untuk seleksi dan klasifikasi siswa, bimbingan pendidikan, dan perbandingan kefektifan antara dua atau lebih program atau metode pendidikan serta pada penelitian pendidikan. Objek evaluasi pada measurement dititikberatkan pada hasil belajar terutama pada aspek yang bersifat objektif dan dapat diukur dan dibakukan sehingga jenis data yang dikumpulkan berupa objektif.
Pendekatan yang digunakan dalam model ini lebih:
a. menempatkan siswa dalam kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
b. membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok menggunakan program yang berbeda dengan analisis kuantitatif (objektif).
c. teknik evaluasi yang digunakan dalam bentuk tek objektif. (Rusman, 2009: 114)
Konsep model measurement mementingkan objektivitas dalam kerangka mengembangkan kurikulum, namun ada kelemahan pada model ini yaitu: evaluasi dibatasi pada titik tertentu dari pendidikan yang “dapat diukur” saja, padahal ada hasil pendidikan yang tidak serta merta dapat diukur setelah proses berakhir.
Aspek pengukuran memeng penting dalam evaluasi, tetapi tidak dimaksudkan untuk menggantikan proses evaluasi. Pengukuran bukanlah evaluasi namun demikian pengukuran dapat memberikan data yang sangat berguna dalam evaluasi. Peranan yang diharapkan dari dilaksanakannya evaluasi adalah masukan guna penyempurnaan program kurikulum dalam setiap tahap menjadi kurang terpenuhi karena dibatasi pada hasil belajar saja.
2. Congruence
Kesesuaian antara tujuan yang telah direncanakan dengan hasil yang telah dicapai merupakan tujuan lain dari sebuah evaluasi. Untuk dapat melihat sejauh mana perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Sehingga hasil evaluasi diperlukan dalam kerangka penyempurnaan program, bimbingan, dan pemberian informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan. Objeknya dititikberatkan pada hasil belajar dalam bentuk pengetahuan (objektif), psikomotorik, maupun nilai atau sikap siswa. Cara-cara yang dilakukan dalam kegiatan evaluasi model ini adalah:
a. menggunakan prosedur pre-and post-assesment dengan langkah pokoknya: penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan hasil evaluasi.
b. analisis hasil evaluasi dilaksanakan secara bagian demi bagian.
c. teknik evaluasi mencakup tes dan teknik evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang terkandung dalam tujuan.
d. kurang menyetujui evaluasi perbandingan antara dua atau lebih program.
Keterhubungan antara kegiatan evaluasi dengan tujuan dalam kerangka mengkaji efektivitas kurikulum yang sedang dikembangkan menjadi dasar pemikiran model congruence, dengan kata lain model ini memperlihatkan adanya integrasi yang tinggi dengan proses pengajaran. Hal ini akan memberikan informasi yang tapat bagi pengembang kurikulum tentang tujuan mana yang tercapai dan mana yang belum.
Kelemahannya ada pada ruang lingkup evaluasi yang tidak menjadikan input dan proses pelaksanaan sebagai objek langsungnya karena yang menjadi fokusnya adalah kesesuaian antara tujuan dengan hasil, sehingga faktor penting antara tujuan dan hasil (yaitu input dan proses) kurang mendapat perhatian. ditambah lagi dengan pelaksanaan evaluasi ini dilakukan setelah kurikulum selesai dilaksanakan dengan cara membandingkan antara tes awal dengan tes akhir.
Sebagai konsekuansinya hasil yang diperoleh tidak dapat membantu pengembang mencari dan menentukan bagian mana yang masih lemah dan cara mengatasinya karena hanya memberikan informasi tujuan yang belum dan sudah dicapai saja. Nemun demikian, ada beberapa sumbangan yang diberikan model ini, yaitu (Rusman, 2009: 116):
a. menghubungkan hasil belajar dengan tujuan pendidikan sebagai kriteria perbandingan.
b. memperkenalkan sistem pengolahan hasil evaluasi secara bagian demi bagian yang ternyata lebih relevan dengan kebutuhan pengembang kurikulum.
3. Illumination
Evaluasi pada prinsipnya juga adalah studi tentang pelaksanaan program, pengaruh faktor lingkungan, kebaikan dan kelemahan program, serta pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi yang didasarkan pada pertimbangan yang hasilnya diperlukan dalam penyempurnaan sebuah program. Objeknya mencakup latar belakang dan pengembangan program, proses pelaksanaan, hasil belajar, dan kesulitan yang ditemui, sehingga jenis data yang diperlukan bersifat subjektif. Cara yang ditempuh dalam pelaksanannya adalah (Rusman, 2009: 116):
a. menggunakan prosedur yang disebut progressive focussing dengan langkah-langkah pokok: orientasi, pengamatan yang lebih terarah, analisis sebab akibat.
b. bersifat kualitatif-terbuka dan fleksibel-eklektif.
c. teknik evaluasi mencakup observasi, wawancara, angket, analisis dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.
Konsep model illumination menekankan pentingnya evaluasi yang berkelanjutan selama proses pelaksanaan kurikulum, hal ini sebagai reaksi terhadap dua model terdahulu yang bersifat ‘terminal’. Model ini menjadi penting bagi pengembang karena memperoleh informasi yang terpadu sebagai modal dalam mengoreksi dan menyempurnakan kurikulum serta jarak waktu antara proses pengumpulan data dengan hasil evaluasi yang singkat memungkinkan informasi yang diperoleh dapat digunakan tepat waktu.
Ada tiga kelemahan model ini, yaitu: pertama, evaluasi tidak didahului perumusan kriteria yang jelas sehingga beberapa aspek yang penting dalam pengembangan kurikulum terabaikan karena evaluator hanya melihat hal-hal yang menarik saja, kedua, karena bersifat subjektif sehingga objektivitas evaluasi tidak menjadi hal yang utama dan cenderung menggunakan alat evaluasi yang tidak spesifik/terstruktur, ketiga, evaluasi terhadap bahan kurikulum tidak dipentingkan selama disusun dalam tahap perencanaan karena model ini berorientasi pada hasil yang dicapai kurikulum yang bersangkutan (Rusman, 2009: 117).
4. Educational System Evaluation.
Dalam konsep model ini, evaluasi pada dasarnya adalah perbadingan antara tampilan setiap dimensi program dan kriteria yang berujung pada penggambaran (deskripsi) dan judgement. Hasil evaluasi digunakan untuk penyempurnaan program dan penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Fokus evaluasi meliputi masukan (bahan, rencana, peralatan), proses dan hasil yang dicapai. Langkah yang ditempuh dalam model ini adalah (Rusman, 2009: 117):
a. membandingkan performance (tampilan) setiap dimensi program dengan kriteria internal.
b. membandingkan performance (tampilan) program dengan menggunakan kriteria eksternal, yaitu performance program yang lain.
c. tenik evaluasi mencakup tes, observasi, wawancara, angket, dan analisis dokumen.
Konsep model ini banyak memberikan segi positif bagi kepentingan proses pengambangan kurikulum. Penekanan pada kriteria memberikan arahan yang jelas untuk menghasilkan informasi yang diperlukan bagi pengembangan kurikulum yang menunjukkan ada tidaknya kesenjangan dalam kurikulum.
Semua dimensi program pengembangan kurikulum mulai dari input, proses, dan output tidak lepas dari evaluasi model ini. Hal ini penting agar penyempurnaan kurikulum dapat dilakukan pada tiap tahap sehingga kelemahan yang terjadi pada satu tahap tertentu tidak berlanjut pada tahap berikutnya.
Ada dua persolan yang perlu mendapat perhatian dalam model ini, yaitu: Pertama, segi teknis yang berkenaan dengan prosedur yang ditempuh dalam membadingkan hasil antara kurikulum yang baru dengan kurikulum yang ada, karena berdasarkan studi terdahulu menyimpulkan bahwa ‘tidak ada perbedaan yang berarti’ dalam perbandingan tersebut.
Kedua, segi strategis yang berkenaan dengan keberadaan kurikulum baru jika perbandingan yang dilakukan memberikan informasi bahwa ‘tidak ada perbedaan yang berarti’ sehingga apakah kurikulum baru ditarik dan tidak digunakan atau digunakan saja. Namum secara keseluruhan konsep ini sesuai dengan pernanan evaluasi dalam proses pengembangan kurikulum dan dapat mengatasi kelemahan yang terdapat dalam tiga konsep terdahulu.
Jika pengembangan kurikulum merupakan sebuah program maka beberapa model evaluasi yang dapat digunakan antara lain (Iis Prastyo, Model-Model Monitoring dan Evaluasi, Online 19 Nopember 2009, tersedia dalam http://iisprasetyo.imadiklus.com/?p=12, Muhammad Ali Gunawan, Evaluasi Program, Online 19 Nopember 2009, tersedia dalam http://www.forumpenelitian.blogspot.com):
1. Model Evaluasi CIPP; Stuflebeam (1969, 1972) mengusulkan pendekatan yang berorientasi kepada pemegang keputusan untuk menolong administrator membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Model ini membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu: context evaluation to serve planning decision, input evaluation, process evaluation, dan product evaluation.
Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Menurut model ini keempat dimensi program (Context, Input, Process dan Product) tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut:
a. Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti: kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya. Evaluasi konteks (context evaluation) merupakan dasar dari evaluasi yang bertujuan menyediakan alasan-alasan (rationale) dalam penentuan tujuan (Baline R. Worthern & James R Sanders: 1979) Karenanya upaya yang dilakukan evaluator dalam evaluasi konteks ini adalah memberikan gambaran dan rincian terhadap lingkungan, kebutuhan serta tujuan (goal).
b. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti: dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya. Evaluasi input (input evaluation) merupakan evaluasi yang bertujuan menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan program.
c. Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain. Evaluasi proses (process evaluation) diarahkan pada sejauh mana kegiatan yang direncanakan tersebut sudah dilaksanakan. Ketika sebuah program telah disetujui dan dimulai, maka dibutuhkanlah evaluasi proses dalam menyediakan umpan balik (feedback) bagi orang yang bertanggungjawab dalam melaksanakan program tersebut.
d. Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang. Evaluasi Produk (product evaluation) merupakan bagian terakhir dari model CIPP. Evaluasi ini bertujuan mengukur dan menginterpretasikan capaian-capaian program. Evaluasi produk menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada input. Dalam proses ini, evaluasi produk menyediakan informasi apakah program itu akan dilanjutkan, dimodifikasi kembali atau bahkan akan dihentikan
2. Model Evaluasi UCLA; Alkin (1969) menulis kerangka kerja evaluasi yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisis informasi sehingga melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ada lima macam evaluasi, yaitu: sistem assessment, program planning, program implementation, program improvement, dan program certification.
3. Model Brinkerhoff; setiap desain evaluasi umumnya terdiri atas elemen-elemen yang sama, ada banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli atau evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini. Brinkerhoff & Cs (1983) mengemukaka tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan pengabungan elemen-elemen yang sama seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut: Fixed vs Emergent Evaluation, Formative vs Summative Evaluation, Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/ Unobtrusive Inquiry.
4. Discrepancy Model (Model Kesenjangan), langkah yang dikembangkan dalam model ini adalah:
a. Mengidentifikasi adanya kesenjangan dengan cara membandingkan antara kondisi saat ini dengan indikator kinerja (kondisi yang diharapkan)
b. Mencari hubungan antara dua variabel atau lebih agar tampak keterkaitan/kecenderungan antara variabel-variabel tersebut
c. Mengkontraskan variabel-variabel tersebut agar tampak perbedaan yang signifikan antara variabel-variabel yang memiliki masalah yang berarti
5. Countenance Model. Model ini dikembangkan oleh Stake yang menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok yaitu: 1) deskripsi dan 2) pertimbangan (judgment), serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program yaitu: 1) anteseden (context), 2) transaksi (proses), dan 3) keluaran (output-outcome).
E. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari uraian terdahulu adalah:
1. Konsep dasar monitoring yang merupakan fungsi manajemen yang dilakukan ketika kegiatan sedang berlangsung yang berfungisi sebgai pengendalian jika dilakukan oleh seorang pimpinan. Monitoring mencakup antara lain: (a) penelusuran pelaksanaan kegiatan dan keluarannya (outputs), (b) pelaporan tentang kemajuan (c) identifikasi masalah-masalah pengelolaan dan pelaksanaan
2. Langkah-langkah kegiatan moditoring, yaitu: menetukan kegiatan dan output yang harus dimonitor, siapa yang melakukan, dan siapa yang menerima laporan hasil monitoring.
3. Evaluasi dipandang sebagai proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain yaitu kegiatan mencarai sesuatu yang berharga tentang sesuatu; juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
4. Konsep utama evaluasi yang merupakan fungsi manajemen yang dilakukan setelah kurun waktu tertentu atau setelah suatu kegiatan telah berlalu. Evaluasi ini mencakup kegiatan antara lain: (a) Penilaian atas dampak kolektif—baik positif maupun negatif—dari semua (atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada lokasi dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-beda. (b) Diskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana dilihat dari sudut pandang penerima manfaat.
5. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Empat standar evaluasi menurut Stufflebeam, yaitu: a) Utility (bermanfaat dan praktis), b) Accuracy (tepat secara teknik), c) Feasibility (realistik dan teliti), dan d) Proppriety (dilakukan dengan legal dan etik)
6. Hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum menurut Hilda Taba yaitu: Sasaran, ruang lingkupnya, mutu personil yang melaksanakan, kemampuan siswa, pentingnya berbagai materi yang terkait, tingkatan sasaran hasil yang diterapkan, material dan peralatan dan sebagainya
7. Informasi yang diperoleh dalam evaluasi kurikulum dipakai untuk: (a) membuat kebijakan dan keputusan, (b) menilai hasil yang telah dicapai, (c) menilai sebuah kurikulum, (d) memberi kepercayaan kepada sekolah, (e) memonitor dana yang telah dikeluarkan, dan (f) memperbaiki materi dan program pendidikan.
8. Fungsi evaluasi menurut Tyler merupakan evaluasi produk yang bertujuan untuk memperbaiki kurikulum (melalui hasil belajar), sedangkan menurut Cronbach adalah untuk memperbaiki kurikulum dan memberi penghargaan, dan menurut Scriven untuk mengurangi kekurangan-kekurangan yang ada
9. Berdasarkan cara pelaksanaan evaluasi pengembangan kurikulum dikenal tiga model, yaitu: model penelitian, model objektif, dan model multivariasi.
10. Berdasarkan dimensi komponen pengembangan kurikulum yang dilaksnakan maka ada empat rumpun model evaluasi yang dilaksanakan, yaitu: 1) Measurement, 2) Congruence, 3) Illumination, dan 4) Educational System Evaluation.
11. Model evaluasi program pengembangan kurikulum yang bisa diterapkan adalah: CIPP Evaluation Model, UCLA Evaluation Model, Model Brinkerhoff, Discrepancy Model, Countenance Evaluation Model.
Kamis, 14 Oktober 2010
Model-Model Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Kurikulum
17.52
1 comment
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Artikelnya sangat membantu
BalasHapus