This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Yuk berbagi informasi dan pengetahuan. Semoga blog ini bermanfaat.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 16 April 2011

4 steps to make CAS

Ada empat kaidah penelitian tindakan kelas yang perlu diperhatikan oleh guru dan peneliti. Pertama adalah kaidah partisipatoris; kedua adalah demokratis; ketiga adalah peningkatan kualitas hidup; dan keempat adalah pemberdayaan. Kaidah partisipatoris adalah setiap komponen yang terlibat dalam penelitian tindakan kelas seperti guru, siswa, dan peneliti secara bersama-sama melakukan upaya peningkatan mutu. Demokratis adalah adanya kebebasan bertindak namun mengedepankan peningkatan mutu pembelajaran. Peningkatan kualitas hidup adalah kaidah yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan. Pemberdayaan adalah kegiatan pendamping yang memberdayakan setiap intervensi yang dilakukan. Kancah penelitian bukan sebuah eksplorasi habis-habisan untuk penelitian.

Selanjutnya penelitian tindakan memiliki beberapa prinsip yang perlu dicermati oleh peneliti. Pertama, guru harus memiliki kepedulian dan komitmen yang kuat untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru yang tidak peduli terhadap kemajuan atau kualitas pembelajaran yang ia lakukan, tidak layak menjadi seorang peneliti dalam penelitian tindakan kelas. Kedua, penelitian tindakan kelas harus dilaksanakan menurut kaidah ilmiah. Kaidah ilmiah di antaranya adalah teknik pengumpulan data dan analisis datanya akurat. Teknik pengumpulan data sebaiknya tidak hanya menggunakan satu instrumen saja misalnya angket, tetapi juga menggunakan metode pengamatan dan wawancara. Teknik analisis data juga harus dilakukan secara cermat sehingga tidak menimbulkan kesimpulan yang bias. Ketiga, fokus masalah dipilih berdasarkan atas pertimbangan tingkat kepentingan dan mendesak tidaknya masalah diatasi. Paling tidak ada empat alternatif pertimbangan yakni (1) penting dan mendesak; (2) penting tetapi tidak mendesak; (3) mendesak tetapi tidak penting; dan (4) tidak penting dan tidak mendesak. Peneliti tentu saja memilih kriteria masalah yang penting dan mendesak untuk diatasi. Tingkat kepentingan dan mendesak artinya bahwa bila masalah itu telah teratasi, maka akan memberi dampak positif yang signifikan untuk perbaikan kualitas pembelajaran. Keempat, peran konsep sangat sentral di dalam proses perubahan. Konsep awal berfungsi sebagai bekal untuk memahami problem dan dasar untuk merancang tindakan. Setelah rancangan dilakukan, peneliti harus cerdas melakukan abstraksi atas informasi nyata yang terakumulasi. Konsep praksis harus terbangun dengan baik.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam penelitian tindakan kelas adalah teori Lewin. Menurut Lewin ada keterkaitan antara wacana, sistem, dan praktik. Perubahan praktik merupakan fungsi wacana dan fungsi sistem. Dengan kata lain perbaikan praktik bergantung pada perubahan wacana dan sistem. Kata sistem berarti menunjukkan adanya beberapa komponen yang membangun sistem. Dalam pembelajaran, setidaknya ada dua komponen utama yang terlibat yakni siswa dan guru. Apabila terjadi bias fungsi di antara kedua komponen sistem pembelajaran tersebut, maka sistem perlu direkonstruksi (dirombak) dan diperbaiki melalui pemikiran konstruktif. Setelah dirombak, kondisi berikutnya harus lebih baik. Amati dan renungi apa yang harus diperbaiki, kemudian rencanakan dan lakukan tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi.

ABSTRAK PTK
Muhammad Toha. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 6 Martapura Pada Materi Aqidah Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Penetilian Tindakan Kelas, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Nopember 2010.

Kata kunci: Aktivitas Belajar, Hasil Belajar, dan STAD.


Tujuan proses belajar mengajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa (Nasution, 1982:36). Pembelajaran bisa dikatakan berjalan dan berhasil dengan baik bila guru mampu menumbuh kembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia terlibat di dalam proses pembelajaran dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadi.

Tingkat aktivitas belajar siswa dan pencapaian ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam masih rendah, hal ini dikarenakan rendahnya keterlibatan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran disamping model pembelajaran yang digunakan guru cenderung teacher centered. Kondisi nyata tersebut ditemui pada pembelajaran PAI di SMP Negeri 6 Martapura. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu diadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar dan ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada materi Iman Kepada Kitab-Kitab Allah setelah dilaksanakan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam dua siklus pembelajaran, masing-masing siklus terdiri atas empat langkah dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi.

Hasil penelitian pembelajaran dengan menggunakan metode dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran PAI pada Kompetensi Dasar Iman Kepada Kitab-Kitab Allah menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar dan ketuntasan belajar siswa sebagai berikut: (1) aktivitas belajar siswa meningkat dari siklus I sampai siklus II diperoleh hasil aktivitas siswa sebesar 74,00% dan 96,31%; (2) aspek kerja sama siswa telah muncul dan ada peningkatan persentase tiap siklus yaitu siklus I rata-rata 66,00% dan siklus II rata-rata 93,33%; dan (3) ketuntasan belajar siswa yang meningkat dari pratindakan, Siklus I, dan II yaitu masing-masing 40% (10 siswa), 64% (16 siswa), dan 96% (24 siswa).

Minggu, 13 Maret 2011

Kepemimpinan dalam Islam (Pemimpin adalah panutan)


1. Pengertian Pemimpinan
Kepemimpinan dalam bahasa Inggris disebut leadership yang berarti being a leader power of leading; the qualities of leader, (AS. Hornby, 1990:481; Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 1987:212) yang berarti kekuatan atau kualitas seseorang dalam memimpin dan mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Indonesia pemimpin disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya (W.J.S. Poerwadarminta, 1984:754-755). Kata pemimpin mempunyai arti memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan, dan berjalan di depan (presede) (Wahyosumidjo, 2010:104).

Dalam bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan dengan al-riâyah, al-imârah, al-qiyâdah, atau al-za’âmah (Mujamil Qomar, 2007:268). Akan tetapi, untuk menyebut kepemimpinan pendidikan, para ahli menggunakan istilah qiyâdah tarbawiyah (Mujamil Qomar, 2007:269). Kata al-ri’âyah atau râ’in diambil dari hadits Nabi: kullukum râ’in wa kullukum masûlun ‘an ra’iyyatihi (setiap orang di antara kamu adalah pemimpin [yang bertugas memelihara] dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya) (Lihat Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, 2009:6.; Veithzal Rivai, 2008:8).

Ra’in juga dapat berarti gembala, seorang pemimpin ibarat penggembala yang harus membawa ternaknya ke padang rumput dan menjaganya agar tidak diserang serigala, adapun ra’iyyah berarti rakyat (Ahmad El-Qorni, tersedia dalam http://teknikkepemimpinan.blogspot.com). Jadi, seorang pemimpin harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan rakyat.

Kata lain yang dihubungkan dengan kepemimpinan adalah khalifah yang pada mulanya berarti di belakang, sering kali diartikan sebagai pengganti karena yang menggantikan selalu berada atau datang dari belakang atau sesudah yang menggantikan (M. Quraish Shihab, 2006:386; Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, 2009:4.; Veithzal Rivai, 2008:6). Jadi, kedudukan pemimpin seharusnya berada di belakang untuk mengawasi dan mendukung serta membimbing dengan tujuan untuk mengantarkan bawahannya ke arah tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Istilah lain yang digunakan untuk “pemimpin” adalah kata amîr yang dapat berarti subjek atau objek. Sebagai subjek, berarti seorang amîr dalam kedudukannya merupakan pemilik wewenang memerintah, sedangkan kedudukan sebagai objek berarti pemimpin berperan sebagai seorang yang diperintah oleh orang-orang yang dipimpinnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin tidak boleh bertindak sewenang-wenang, akan tetapi harus memperhatikan perintah (dalam arti aspirasi) bawahannya (M. Quraish Shihab, 2006:388).

Ada pula yang mengartikan pemimpin dengan kata imam yang terambil dari kata amma-yaummmu dalam arti menuju, menumpu, dan meneladani. Kata ini memiliki akar yang sama dengan umm yang berarti ibu karena anak selalu menuju kepadanya. Seorang imam atau pemimpin memang harus memiliki sifat keibuan. Penuh kasih sayang dalam membimbing dan mengendalikan umat. Imam juga dapat berarti depan karena semua mata tertuju padanya sebab ia berada di depan (M. Quraish Shihab, 2006:388).

2. Pemimpin sebagai Teladan
Sebagai orang yang berada di depan, diteladani, dan subjek maupun objek, perilaku positif pemimpin merupakan sesuatu yang harus dijaga agar bisa menjadi anutan yang baik, hal ini penting karena posisi seorang pemimpin yang strategis. Surah al-Ahzâb (33) ayat 21 (Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah) menginformasikan bahwa Nabi sebagai figur pimpinan yang harus dicontoh bagaimana berperilaku yang baik.

Peran sebagai teladan ini memberikan formulasi perpaduan sederhana antara karakter (jati diri; siapa diri pemimpin) dan kompetensi (apa yang bisa dilakukan pemimpin), dengan dua formulasi tersebut, Nabi Muhammad mencontohkan karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin agar benar, baik, cerdas, dan bisa dipercaya (Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, 2009:166.; Veithzal Rivai, 2008:184). Beck yang dikutip Littleford menyatakan “by modelling desired dispositions and actions, leaders enhance others’ beliefs about their own capasities and their enthusiasm for change” (Littleford, 2007:23). Tindakan dan kepribadian yang diinginkan oleh pemimpin terhadap bawahan akan mudah tercapai jika disertai dengan model atau teladan, sehingga bawahan percaya akan kemampuan mereka dan bergairah untuk melakukan perubahan. Sekolah yang dipimpin oleh pemimpin yang menjadi teladan dan bekerja keras dapat menjadi inspirasi bagi bawahan untuk melakukan hal yang sama dalam mencapai tujuan.

Islam memandang bahwa seorang pemimpin harus mencontoh sifat-sifat Nabi Muhammad yang dapat dijadikan barometer semua lembaga pendidikan (Hikmat, 2009:262). Sifat tersebut adalah: 1). Shiddiq artinya jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan. Yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap, serta berjuang melaksanakan tugasnya, 2). Fathonah artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional sehingga kecerdasan tersebut melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul, 3). Amanah artinya dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel. Kepercayaan yang menjadikannya memelihara sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepadanya baik yang berasal dari Tuhan maupun yang dipimpinnya sehingga tercipta rasa aman bagi semua pihak, 4). Tabligh artinya senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib disampaikan dan komunikatif, hal tersebut berarti juga penyampaian yang jujur dan bertanggung jawab atau dengan kata lain “keterbukaan” (M. Quraish Shihab, 2006:383-384).

Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi dan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Ia adalah intisari dari manajemen organisasi, sumber daya pokok dan titik sentral dari setiap aktivitas yang terjadi dalam suatu organisasi (Ardana, 2008:89). Dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah faktor terpenting dalam menggiring dan mempengaruhi prestasi sebuah organisasi. [diambil dari Hasil Penelitian Tesis atas nama Muhammad Toha]

Sumber Rujukan:
1. AS. Hornby, Oxford Edvanced Dictionary of English, London: Oxford University Press, 1990.
2. Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 6th Impression, London: Oxford University Press, 1987.
3. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. ketujuh, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1984.
4. Wahyosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoretik dan Permasalahanya, edisi kesatu cetakan ketujuh, Jakarta: Rajawali Pres, 2010.
5. Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, diedit oleh Khairi Rumantati dan Achmad Ta’yudin, Jakarta: Erlangga, 2007.
6. Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, ed. kedelapan, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
7. Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
8. Ahmad El-Qorni, Kepemimpinan dalam Islam, Online 2 April 2010 tersedia dalam http://teknikkepemimpinan.blogspot.com
9. M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi; Al-Qur’ân dan Dinamika Kehidupan Masyarakat, cet. kedua, Jakarta Selatan: Lentera Hati, 2006.
10. Anne Runyan Littleford, Principal Leadership and Its Perceived Influence on Teacher Morale in Elementary Schools, Online 24 Mei 2010 tersedia dalam http://etd.submit.sdu, USA: East Tennessee State University, 2007.
11. Hikmat, Manajemen Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
12. Komang Ardana, Ni Wayan Mujiati, dan Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Keorganisasian, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.


Martapura, 9 April 2011
SMPN 6 Martapura mengadakan kegiatan KHATAMAN ALQUR'AN bagi siswa kelas IX yang akan menempuh Ujian Nasional tahun 2011. Pelaksanaan hegiatan Khataman tersebut dipusatkan di Mushoalla SMPN 6 Martapura yang baru selesai dibangun. Sebanyak 83 orang siswa kelas IX ikut ambil bagian dalam pelaksanaan tersebut. Ketua panitia Khataman Alqur'an SMPN 6 MArtapura, Wiwin Minarny, S.Ag, menyatatakan bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh SMPN 6 Martapura, untuk tahun 2011 merupakan pelaksanaan yang ke 6. Kegiatan tersebut juga sebagai agenda tetap dan merupakan konsekwensi dari Perda Kabupaten Banjar Nomor 4 Tahun 2004 tentang pelaksanaan Khatama Alqur'an bagi siswa muslim pada sekolah umum seperti SD, SMP, dan SMA/SMK di Kabupaten Banjar.

Kegiatan khatam Alqur'an tersebut dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan selamatan/syukuran atas terbangunnya mushalla di SMPN 6 Martapura. Pada Kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tampil sebagai penceramah adalah Guru H. SHolahuddin dari Martapura, pada kesempatan tersebt beliau menyampaikan hikmah maulid Nabi Muhammad SAW diantaranya; agar manusia bersyukur karena telah diutusnya Rasul yang selalu menyayangi ummatnya; agar siswa patuh dan taat kepada orang tua sebagaimana patuh dan taatnya Nabi Muhammad kepada orang tua beliau; orang tua pada dasarnya ada tiga, yaitu orang tua kandung (yang melahirkan), guru (orang tua yang memberi ilmu), dan orang tua suami/istri (mertua yang telah memelihara pasangan manusia).

Kamis, 24 Februari 2011

Tesis

ABSTRACT

Muhammad Toha. The Influence of Principal’s Leadership Style, Teachers’ Motivation, and School Climate to Teachers’ Morale at SMKN in Banjar Sub-Province. Under guidance of Prof. Dr. Hj. Juairiah, M.Pd and Dr. Ahmad Salabi, S.Ag., M.Pd. Thesis on Magister Programme of IAIN Antasari Banjarmasin, 2010.
Key Words: Principal’s Leadership Style, Teachers’ Motivation, School Climate, and Teachers’ Morale.


Teachers’ working morale is a very important factor that influences organization’s goal achievements. Working morale can be categorized into two dimensions; high working morale and low working morale. Teachers with high working morale will promote/support a positive way to the school organization. He/She will influence organization’s goal achievements. He/She motivates others so that the people in the school have one same vision in achieving the organization’s goal. Otherwise, low teachers’ working morale will bring the school into collapse or at least, in status-quo and off course cannot achieve the goal. Teachers’ morale could be influenced by many factors either it is on high or low morale.

The aims of this research are to find out: (1) the influence of Principals’ leadership to teachers’ working morale; (2) the influence of teachers’ motivation to teachers’ working morale; (3) the influence of school climate to the teachers’ working morale; and (4) the influence of Principals’ leadership, teachers’ motivation, and school climate to the teachers’ working morale.
In this study, a correlational quantitative method is conducted. This study is trying to explain if there were any contribution of the independent variables to dependent variable based on coefficient of correlation. Since there are three independent variables and one dependent variable, a multivariate technique is used. This study is trying to find out the contribution of Principals’ leadership, teachers’ motivation, and school climate to teachers’ working morale. There are 130 person whom population of this study. A proportional sample random technique is used to pick up 109 respondents. The instrument of the data collector is questionnaire. In this study, Principals’ leadership style will be parted into two; Principal’s leadership style orientation on initiating structure and on consideration. Motivation also has two dimensions, extrinsic and intrinsic. The last variable, school climate is focused on supportive, collegial, intimate, directive, restrictive, and disengaged.

This study finds out that the Principal’s leadership style are in good category (77.82%), teachers’ motivation are in good category (75.12%), school climate is in good enough category (66.47%), and teachers’ morale are in good category (71.71%). Based on the data and calculation with SPSS 17, here are the result of the study: (1) Principals’ leadership style have not influenced teachers’ morale, it just only has 0,4% of contribution; (2) teachers’ motivation have influenced positively and significantly teachers’ morale by 10.6%; (3) school climate has influenced positively and significantly teachers’ morale by 21.2%; and (4) Principal’s leadership style, teachers’ motivation, and school climate altogether have positively and significantly influenced teachers’ morale by 36.4%. Another 63.6% that influenced morale come from factors which are not studied in this research.

Teoretically, the implications of this study will help to improve educational human resources in order to create qualified and high spirit human resources. Practically, the implications are to motivate teachers in every way such as giving incentives; creating a condusive school climate; and improving a strong and good Principal’s leadership folowing by improving another morale’s backing up factors. There are few thing to do dealing with this result of the study: (1) even though uneffected partially, Principal’s leadership style should be improved in order to see the influence to teachers’ morale; (2) need to combine leadership style with another factors such as motivastion and school climate; (3) need to improve teachers’ motivation by creating a good and solid teamwork; (4) need to improve school climate which in this study had a stronger and bigger influence to teachers’ morale; (5) need to pay attantion on factors which were not be studied, because according to the calculation, those factors had influenced techers’ morale by 63.6%.

Iman Kepada Qadha dan Qadar

Pengertian Iman Kepada Qadha dan Qadhar
Menurut bahasa al-Quran kata qadha mempunyai beberapa arti yakni hukum (QS.An-Nisa 65) menghendaki (QS Ali Imran 47), perintah (QS Al Isra 23), memberitakan (QS Al Isra 4) dan menjadikan (QS Fushilat 12), dan kata qadar berarti ukuran (QS Al Qamar 49), ketetapan (QS Al Ahzab 38), dan ketentuan (QS Al Furqan 2). Pada pelajaran kali ini pengertian yang akan dijadikan rujukan adalah ketentuan QS. Al Furqan : 2, yaitu :


Artinya : yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya[1053] (Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup)

Iman kepada Qadha dan Qadhar yaitu Percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa qadha dan qadhar datang dari Allah swt. Menurut Imam Al Ghazhali bahwa tidak ada satu kejadianpun di alam gaib atau alam nyata kecuali dengan ketentuan qadha dan qadhar dari Allah swt.

Ciri-ciri orang beriman kepada Qadha dan Qadhar
1. Senantiasa terdorong untuk selalu taat dan menjauhi larangan Allah dan rasulNya
2. Selalu berprasangka baik kepada Allah atas musibah yang menimpa pada dirinya
3. Termotivasi untuk bekerja keras dan berikhtiar dengan maksimal
4. Terhindar dari sifat sombong takabur dan membanggakan diri
5. Tidak mudah berputus asa dalam menghadapi masalah
6. Tidak kufur karena pandai bersyukur
7. Tahan uji karena sabar dalam menghadapi segala ketentuan Allah
8. Memiliki jiwa tawakkal
9. Selalu optimis dalam meraih cita-cita
10. Yakin bahwa segala sesuatu yang menimpa dirinya adalah kehendak Allah semata

Perilaku seseorang yang telah beriman kepada Qadha dan Qadhar
1. Selalu penuh harapan atas apa yang dikerjakannya baik dalam urusan dunia maupun akherat.
2. Senantiasa menerima apa yang diberikan oleh Allah baik berupa nikmat maupun musibah (cobaan)
3. Jika ia mendapat nikmat dari Allah, maka ia akan bersyukur.
4. Jika mendapat cobaan maka ia akan tabah dan sabar serta mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun. Firman Allah dalam QS. Al Baqarah : 156 :

Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" [101] (Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil)

Pengertian Qadha dan Qadhar
Menurut istilah qadha adalah keputusan atau ketetapan suatu rencana dari Allah untuk dilaksanakan. Sedangkan qadar adalah rencana yang telah diberlakukan oleh Allah Swt sejak zaman azali, baik yang sudah, sedang maupun yang akan terjadi terhadap semua makhluknya. Qadha menurut bahasa artinya keputusan, dan qadar artinya jangka atau ukuran.

Jadi qadha adalah ketentuan atua ketetapan Allah atas segala makhluknya sejak zaman azali yang belum terjadi. Dan qadhar adalah ketentuan Allah yang sudah terjadi.

Perbedaan antara Qadha dan Qadhar
Qadha adalah ketentuan dari Allah dari sejak zaman azali sebelum makhluk itu lahir kealam dunia/sebelum makhluk itu diciptakan, sedangkan qadha adalah ketentuan dari Allah kepada makhluknya setelah ada di alam dunia.

Hubungan Qadha dan Qadhar
Qadha dan qadar adalah sama-sama ketentuan dari Allah SWT, hanya bedanya kalau qadha tidak bisa dirubah sedang qadar bisa berubah dengan ikhtiarnya.

Macam-macam Takdir
Segala yang terjadi di dunia ini ditentukan oleh Allah SWT sejak zaman azali. Namun pemberlakuan takdir tersebut ada juga yang melibatkan peran makhluknya, oleh karena itu takdir dibagi menjadi dua bagian, yaitu: takdir mubram dan takdir mu’allaq.
1. Taqdir Mubram, yaitu ketentuan Allah yang mesti berlaku atas setiap diri manusia tanpa bisa dielakkan atau ditawar-tawar lagi. Contohnya : datangnya kiamat, jenis kelamin bayi yang akan lahir, jodoh, usia (kematian). Firman Allah dalam QS. An Nisa : 78:
أَيْنَ ماَ تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُمُ اْلمَوْتَ وَلَوْ كُنْتُمْ فيِ بُرُجٍ مُشَيَّدَةٌ...
Artinya : Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh

2. Taqdir Mu’allaq, yaitu ketentuan Allah yang mungkin dapat diubah oleh manusia melalui usaha atau ikhtiar, jika Allah mengizinkan. Contohnya : kepandaian, kekayaan dan kesehatan. Firman Allah dalam QS. Ar Ra’ad : 11 :
                             •         
11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

[767] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ ماَ بِقَوْمٍ حَتىّٰ يُغَيِّرُوْا ماَ بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri ... ([768]. Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka)

1. Contoh-contoh qadha dan qadar yang disebutkan dalam Al-qur’an
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini seperti pasang surutnya air laut, bergeraknya angin, hujan, peredaran matahari, bintang, bulan, revolusi dan rotasi bumi dan orbit planet-planet bukanlah terjadi dengan kebetulan, melainkan telah ditentukan hukumnya oleh Allah SWT. Sebagaimana dalam firmannya:

Artinya: Dan matahari berjalan di tempat peredarannya, demikianlah ketetapan yang maha perkasa lagi maha mengetahui (QS. Yasin, 38)


Demikian pula manusia tidak boleh hanya duduk berpangku tangan menunggu datangnya takdir tetapi ia harus berusaha, contoh : seseorang yang berbuat maksiat harus bertobat dan mengubahnya dengan ketaatan. Untuk menjadi pandai kita harus belajar, ingin menjadi orang kaya bekerjalah dengan keras serta hidup hemat, untuk menjadi sehat kita olah raga rutin dan menjaga makanan dan kebersihan. Hal ini dapat dibuktikan dengan ikhtiar untuk menentukan takdir tersebut.

2. Contoh qadha dan qadar dalam kehidupan sehari-hari
Kita belajar dengan sungguh-sungguh, terus kita berusaha dengan sungguh-sungguh supaya menjadi orang kaya, menjaga dan memelihara kebersihan agar kita sehat

Ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan qadha dan qadar
Firman Allah dalam QS. Al Hadid : 22 :

Artinya: Tiada suatu bencanapun yang menimpanya dibumi dan tidak pula pada diraimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhil mahfudz) sebelum kami menciptakannya, sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah SWT (QS Al Hadid, 22)

Firman Allah dalam QS. Al Baqarah : 156 :

Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" [101] (Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil)

Firman Allah dalam QS. Ar Ra’ad : 11 :
إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ ماَ بِقَوْمٍ حَتىّٰ يُغَيِّرُوْا ماَ بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri ... ([768]. Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka)

Firman Allah dalam QS. Yasin : 38 :

Artinya: Dan matahari berjalan di tempat peredarannya, demikianlah ketetapan yang maha perkasa lagi maha mengetahui (QS. Yasin, 38)

Dengan demikian dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Tidak ada bencana/musibah baik yang terjadi didunia maupun pada diri seseorang sudah merupakan ketentuan Allah.
b. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum itu sendiri tidak mau merubahnya.

Kamis, 17 Februari 2011

Adab Makan dan Minum

Tatacara Makan dan Tatacara Minum
1. Diawali dengan berdoa dan bersyukur kepada Allah SWT. atas nikmat yang telah diberikan, dan sebagai dinding pembatas agar syeithan tidak ikut masuk melalui makanan. Dan hendaklah segala apa yang dimakan dan diminum diniatkan untuk taqwa kepada Allah SWT.
اَللّهُمَّ بٰرِكْ لنَاَ فِيْماَ رَزَقْـتَناَ وَقِناَ عَذاَبَ النّاَرِ
Artinya : Ya Allah, berilah berkah terhadap apa yang Engkau berikan kepada kami, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka.
2. Hendaklah duduk, dan menggunakan tangan kanan ketika makan atau minum.
3. Mengambil makanan atau minuman yang dekat dan tidak berusaha mengambil yang jauh (qana’ah)
4. Jika makan bersama, jangan mengambil makanan kecuali mendapat izin
5. Jangan mencela makanan atau minuman, dan sunat memujinya.
6. Mulailah mengambil makanan dari pinggir.
7. Tidak berlebihan dalam mengambil makanan tetepi secukupnya.
8. Tidak tergesa-gesa ketika makan dan minum.
9. Jangan berbicara hal-hal yang buruk ketika makan dan minum.
10. Hendaklah minum dengan tiga kali nafas.
11. Berdoa ketika sudah selesai makan atau minum.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَطْعَمَنَ وَسَقاَنَ وَجَعَلْناَ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ
Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makan dan minuman kepada kami, dan menjadikan kami golongan orang Islam (yang berserah diri).

Dalil adab Makan dan Minum
1. Memakan makanan yang halal dan baik (QS. Al Baqarah : 168) :

Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
2. Tidak Mubazir dalam hal makan dan minum (QS. Al Isra’ : 27) :

Artinya : Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya

Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Al ‘An’am)
3. Tidak berlebihan dalam makan dan minum QS. Al A’raf : 31

Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. ([535]. Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan)

Contoh cara makan yang benar dan yang salah

Contoh cara makan yang benar Contoh cara makan yang salah
Diawali dengan menyebut Nama Allah atau berdoa Tidak diawali dengan menyebut Nama Allah atau berdoa
Dilakukan dengan duduk, berbaring dan tidak berdandar Dilakukan dengan berdiri, berbaring, atau bersandar
Tidak berbicara kecuali terpaksa Selalu berbicara
Tidak membicarakan hal-hal kotor dan menjijikan Berbicara hal-hal yang kotor dan menjijikkan
Tidak berlebihan dan tidak tergesa-gesa Berlebihan dan tergesa-gesa
Tidak mencela makanan yang dihidangkan, walaupun tidak suka. Jika tidak suka tidak usah dimakan tapi jangan dicela Selalu mencela makanan yang dihidangkan, apalagi kalau tidak suka dengan makanan tersebut.
Berdoa setelah selesai makan Tidak berdoa setelah selesai makan

Contoh cara minum yang benar dan yang salah

Contoh cara minum yang benar Contoh cara minum yang salah
Diawali dengan menyebut Nama Allah atau berdoa Tidak diawali dengan menyebut Nama Allah atau berdoa
Dilakukan dengan duduk, berbaring dan tidak bersandar Dilakukan dengan berdiri, berbaring, atau bersandar
Tidak berbicara kecuali terpaksa Selalu berbicara
Tidak membicarakan hal-hal kotor dan menjijikan Berbicara hal-hal yang kotor dan menjijikkan
Tidak berlebihan dan tidak tergesa-gesa Berlebihan dan tergesa-gesa
Tidak mencela minuman yang dihidangkan, walaupun tidak suka. Jika tidak suka tidak usah diminum tapi jangan dicela Selalu mencela minuman yang dihidangkan, apalagi kalau tidak suka dengan minuman tersebut.
Berdoa setelah selesai minum Tidak berdoa setelah selesai minum

Perilaku terpuji tentang Adab Makan dan Minum
Makan dan minum dengan benar juga merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita atas pemberian Allah SWT. Orang yang tidak mau memenuhi kebutuhan makan dan minum, padahal jasadnya memerlukannya maka berarti ia tidak mensyukuri nikmat Allah.

Dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum, Islam mengatur tata caranya. Adapun tata krama makan dan minum sebagai berikut:
1. Makanan dan minuman yang kita nikmati benar-benar dari yang halal. Halal di sini meliputi:
 Halal cara memperolehnya, misalnya makanan dan minuman itu hasil dari kerja keras kita, bukan dari hasil merampok, korupsi atau manipulasi
 Makanan dan minuman itu benar-benar makanan dan minuman yang halal untuk dikonsumsi, bukan daging babi, bangkai, darah, minuman keras atau sejenis narkoba.
2. Makanan dan minuman itu memang sehat untuk dikonsumsi tapi sebaiknya dimasak atau diolah terlebih dahulu agar dapat menyehatkan
3. Sebelum makan cucilah tangan kita sampai benar-benar bersih
4. Mulailah makan dan minum dengan membaca basmalah dilanjutkan dengan membaca do’a
5. Gunakanlah tangan kanan untuk makan dan minum
6. Ambillah makanan yang ada di dekat kita terutama pada saat makan bersama
7. Apabila kita makan bersama ayah dan ibu maka persilahkan ayah dan ibu mengambil terlebih dahulu
8. Usahakan makan dan minum sambil duduk
9. Tidak menggunakan makanan dan minuman itu untuk mainan
10. Makanlah sedikit demi sedikit (langsung dikunyah) jangan sampai menjejalkan makanan pada mulut kita
11. Makanlah jangan sampai terlalu kenyang
12. Makanlah dengan menggunakan wudhu
13. Jangan menyisakan makanan dalam piring kita
14. Bila sudah selesai makan diakhiri dengan doa

Tatakrama makan dan minum
a. Tatakrama makan dan minum apabila mau makan hendaklah memakai etika yang wajar, seperti menggunakan tangan kanan, tidak terburu-buru, dan yang paling penting membaca doa.
b. Nabi Muhammad SAW pun mengucapkan doa ketika beliau selesai makan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah
c. Tatakrama lain dalam makan dan minum adalah tidak mencela makan atau minum yang tidak disukai Rosulullah, selalu mensyukuri makanan yang ada tetapi jika beliau tidak menyukainya, maka beliau tidak mencelanya.

Iman Kepada Rasul

Pengertian Nabi dan Rasul
Nabi, secara bahasa berasal dari kata na-ba yang artinya ditinggikan, atau dari kata na-ba-a yang artinya berita, jadi Nabi secara bahasa yaitu seorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT. dengan diberinya berita (wahyu). Secar istilah Nabi yaitu seorang manusia biasa dari laki-laki yang dipilih Allah SWT. untuk menerima wahyu tetapi ia tidak diperintahkan untuk menyampaikan kepada ummatnya.

Rasul, berasal dari kata ar-sa-la yang artinya mengutus, jadi secara bahasa berarti orang yang diutus untuk menyampaikan berita (wahyu). Menurut pada ulama pengertian Rasul secara istilah yaitu seorang laki-laki merdeka yang diberi wahyu oleh Allah SWT. berupa syari’at, dan ia diperintahkan untuk menyampaikan risalah (syari’at) tersebut kepada semua makhluq.

Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan tentang persamaan dan perbedaan antara Nabi dengan Rasul, yaitu :

Persaman Perbedaan
Nabi  Seorang laki-laki
 Menerima wahyu dari Allah  tidak diperintahkan untuk menyampaikan wahyu yang diterima kepada umatnya
 belum tentu seorang rasul
Rasul  diperintahkan untuk menyampaikan wahyu yang diterima kepada umatnya
 sudah tentu seorang rasul

Pengertian Iman Kepada Rasul Allah
Yaitu meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT. telah memilih di antara manusia beberapa orang utusanNya, dengan memberikan wahyu untuk disampaikan kepada ummatnya.

Dalil aqli tentang diutusnya rasul adalah bahwa Allah Maha Pengasih kepada manusia dan tidak ingin manusia terjerumus ke dalam neraka dan mengikuti syeitan, sehingga diutuslah Rasul untuk membimbing manusia ke jalan yang benar.

Artinya : Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. Al Baqarah : 285)

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS. An Nisa : 136)

Artinya : Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepada Musa dan Nabi-Nabi sesudahnya dan Kami telah memberikan wahyu kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub, dan anak-anak cucunya Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman, dan memberikan kepada Daud kitab Zabur. (QS. An Nisa : 163)

Dan masih banyak lagi dalil Al Quran yang menunjukkan diutusnya Nabi dan Rasul kepada umat manusia seperti QS. An Nahl : 36 dan QS. Ar Ra’du : 38 (coba cari sendiri di dalam Alquran).

Nama-Nama Rasul-Rasul Allah :
Allah menjelaskan dalam Alquran bahwa rasul selalu diutus kepada setiap ummat (QS. Fathir : 24 dan Yunus : 47). Dan menurut Nabi Muhammad SAW. bahwa jumlah Nabi dan Rasul sangat banyak, yaitu nabi sejumlah 124.000 orang dan Rasul sebanyak 313 orang, namun sebagai umat Islam kita hanya wajib mengetahui sebanyak 25 orang Nabi dan Rasul yang terdapat kisahnya dalam Alquran, yaitu :

1. Adam As. 9. Ishaq As. 17. Daud As. 25. Muhammad SAW.
2. Idris As. 10. Ya’kuf As. 18. Sulaiman As.
3. Nuh As. 11. Yusuf As. 19. Ilyas As.
4. Hud As. 12. Ayyub As. 20. Ilyasa As.
5. Sholeh As. 13. Syu’aib As. 21. Yunus As.
6. Ibrahim As. 14. Harun As 22. Zakaria As.
7. Luth As. 15. Musa 23. Yahya As.
8. Ismail As. 16. Zulkifli As. 24. Isa As.

Sifat-Sifat Rasul Allah
Secara umum, setiap Nabi dan Rasul memiliki sifat-sifat yang mulia dan terpuji sesuai dengan statusnya sebagai manusia pilihan Allah SWT. Dan secara khusus setiap Rasul memiliki 4 sifat yang sangat erat kaitannya dengan tugasnya, yaitu membimbing umat dalam menempuh jalan yang diridhai Allah SWT. Sifat-sifat tersebut, yaitu :
1. Shiddiq (benar), artinya selalu berkata benar, tidak pernah berdusta, dan apapun yang dikatakan selalu mengandung kebenaran.
2. Amanah (dapat dipercaya), artinya seorang Rasul selalu menjaga dan menunaikan amanah (kepercayaan) yang dibebankan kepada mereka. Perbuatannya selalu sesuai dengan perkataannya, dia akan selalu menajaga amanah kapan dan di manapun, baik dilihat atau diketahui orang maupun tidak.
3. Tabligh (menyampaikan), artinya seorang Rasul akan senantia menyampaikan apa saja yang diwahyukan oleh Allah kepada mereka.
4. Fathonah (cerdas), artinya seorang Rasul memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih, penuh kearifan dan kebijaksanaan. Dia akan mampu mengatasi persoalan yang paling rumit tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran.
5. Iltizam (sabar dan tidak merasa takut) artinya seorang Rasul harus selalu mempunyai sifat sabar dalam dalam menjalankan tugas sebagai Rasul yang selalu mendapat tantangan dari orang kafir serta tidak merasa takut atas ancaman dan gangguan tersebut karena Allah akan selalu menolong Rasul-RasulNya.
Selain sifat-sifat terpuji tersebut, seorang Rasul juga biasa dibekali dengan suatu keistimewaan untuk melawan keangkuhan kaummnya sekaligus sebagai bukti kerasulannya, yang disebut mu’jizat.

Rasul Ulul Azmi dan Keistimewaannya
Diantara 25 Rasul tersebut ada lima orang Rasul yang bergelar Ulul Azmi yang artinya rasul yang memiliki ketabahan, ketetapan hati dan kesabaran yang luar biasa, mereka biasa disingkat dengan NIMIM, yaitu:
1. Nabi Nuh As, keistimewaannya adalah terhindar dari bencana banjir yang maha dahysat dan besar dengan terlebih dahulu melaksanakan perintah Allah untuk membuat sebuah perahu yang besar di atas sebuah bukit yang kering dan tandus.
2. Nabi Ibrahim As, keistimewaannya adalah tidak hangus ketika dibakar oleh raja Namruz, karena dituduh telah menghancurkan berhala-berhala sesembahan raja Namruz dan kaummnya.
3. Nabi Musa As, keistimewaannya adalah mempunyai tongkat yang dapat berubah menjadi ular besar yang memakan ular-ular kecil buatan tukang sihir Fir’aun. Tongkat tersebut juga beliau gunakan untuk membelah laut guna menyelamatkan umatnya dari kejaran Fir’aun dan tentaranya.
4. Nabi Isa As, keistimewaan beliau adalah dapat berkata-kata ketika masih bayi, dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir, dapat menghidupkan orang yang sudah meninggal dengan Izin Allah (walau sebentar), tidak mempunyai ayah.
5. Nabi Muhammad SAW. keistimewaan beliau adalah mempunyai mu’jizat yang sampai saat ini masih digunakan oleh umat Islam, yaitu Alquran, dapat mengeluarkan air dari jari-jarinya yang digunakan oleh para sahabatnya untuk berwudhu, mendekatkan pohon.

Keistimewaan Sifat Rasulullah SAW
Keistimewaan sifat Rasulullah SAW amatlah agung dan baik, sehingga Allah SWT menyatakan keistimewaan sifat beliau tersebut di dalam Alquran, antara lain :

QS. At Taubah : 128

Artinya : Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin (At Taubah : 128)

QS. Al Qalam : 4

Artinya : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Al Qalam : 4)

Keistimewaan beliau yang lain yaitu :
1) Beliau selalu jujur, dari kecil beliau tidak pernah berdusta, sehingga diberi gelar Al Amin oleh orang-orang Quraish.
2) Nabi Muhammad SAW juga seorang yang penyabar dan beliau tidak marah meskipun diri pribadi beliau yang dihina dan dicaci maki, beliau hanya akan marah jika agama Islam yang beliau sampaikan (dakwahkan) mendapat pelecehan.
3) Nabi Muhammad SAW tidak mendendam terhadap orang yang menyakiti beliau, bahkan beliau mendo’akan dan berbuat baik kepada orang yang menyakiti beliau.
4) Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang sangat memperhatikan nabsib ummatnya, dalam sejarah hidupnya, beliau selalu mendahulukan kepentingan umat, bahkan diakhir hayatnya beliau selalu menyebut-nyebut umatnya.
5) Nabi Muhammad SAW adalah orang yang dermawan dan rendah hati, beliau sangat berjiwa penolong, lebih mementingkan memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan dari pada kepentingan pribadi dan keluarga beliau, karena kehidupan beliau sendiri sangat sederhana.
6) Nabi Muhammad SAW adalah orang yang penyayang kepada siapa saja.

Keistimewaan sifat-sifat Rasulullah SAW. dalam beribadah


Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud [1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [1406] Maksudnya: pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.

Keistimewaan sifat-sifat Rasulullah SAW. dalam bermualamah
Muamalah adalah tukar menukar suatu benda yang bermanfaat dengan cara-cara yang ditentukan oleh ajaran agama Islam, seperti : jual-beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, upah mengupah, perseroan (perserikatan), dan bentuk-bentuk usaha lainnya. Diantara keistimewaan beliau dalam bermu’amalah yaitu :
 Jual beli, dalam kegiatan jual beli Rasulullah memberian contoh yang jelas bahwa dalam jual beli tidak diperkenankan tipu daya baik oleh penjual maupun pembeli, dan Allah menghalalkan jual beli yang didasari dengan suka sama suka dan mengharamkan riba firman Allah dalam QS. AL Baqarah : 275 :
...وَاَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا...
Artinya : ...dan Allah telah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba...

 Dalam hal pinjam meminjam beliau mengajarkan dalam hadits beliau, yaitu :
اَلْعٰرِيَةُ مُؤَدَّةٌ وَالزَّعِيْمُ غاَرِمٌ (وراه ابو داود والترمذى)
Artinya : pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang yang menanggung sesuatu harus membayar (HR Abu Daud dan Turmuji)

Mad dan Waqaf

Pengertian Mad
Mad menurut pengertian secara etimologi berarti memanjangkan (ألَْمَطُّ) atau menambah (الزِّيَادَةُ). Sedangkan dalam pengertian secara epistimologi berarti memanjangkan bacaan dalam Alquran melebihi bacaan/harakat biasa, paling sedikit dua harakat atau satu alif (dua kali panjang bacaan biasa).

Macam-Macam Mad
1. Mad thobi’iy (مَدّ َطِبْيعِيّ )
Mad ini biasa juga dinamakan mad ashli, yang dimaksud dengan mad thobi’iy adalah mad yang panjang bacaannya satu alif atau dua harakat di mana syaratnya yaitu setelah huruf mad tidak ada hamzah atau huruf mad yang mati, baik karena sukun atau waqaf, contoh : الَّذِيْنَ ُيْؤمِنُوْنَ dan ِإيَّاكَ َنعْبُدُ
huruf mad Thobi’iy/ashli ada tiga yaitu : alif, waw dan ya’ dengan syarat, bahwa huruf-huruf tersebut berharakat sukun atau mati dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Alif yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang berharokat fathah. Contoh : كَاْنَ- قَاْلَ- مَاْ- َلاْ , dan sebagainya.
b. Waw yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang berharakat dhommah. Contoh : جَعَلوُاْ- َظِلمُوْا- ذَكَرُوْا – مِنَ ْالمُسْلِمُوْنَ , dan sebagainya.
c. Ya’ yang sukun dan didahului oleh huruf hijaiyyah lainnya yang berharakat kasrah. Contoh : - الْحَلِيْمُ- حَافِظِيْنَ- فِيْهَا , dan sebagainya.
Namun apabila tidak memenuhi ketiga kententuan tersebut maka huruf-huruf tersebut tidak dibaca dengan mad (kecuali diwaqafkan), misalnya : الْخَيْرُ (ya’ tidak dimadkan karena huruf sebelumnya berharakat fathah).

Mad ashli sebenarnya terbagi kepada dua macam, yaitu : a) Mad Ashli Zhahiry, adalah mad jelas tanda dan juga bacaannya sekaligus, dan 2) Mad Ashli Muqadda, adalah yang ada kalanya huruf-huruf mad tersebut dalam penulisannya tidak ditulis, tetapi diganti dengan lambang atau simbol tertentu untuk menandakan bahwa kalimat tersebut dibaca dengan mad (lihat pelajaran cawu 1 pada “tanda baca huruf hijaiyyah”).
2. Mad wajib Muttashil (مَدّ وَجِبْ ُمتَّصِلُ )
Maksudnya yaitu mad yang wajib dibaca panjang karena terdapat huruf hamzah yang berada dalam satu kata, jadi ada syarat tertentu untuk mad wajib muttashil yaitu adanya huruf hamzah sesudah huruf mad yang terkumpul pada satu kata dan panjang bacaannya adalah 1½ sampai 2½ alif (3 sampai 5 harakat). Contoh : مَنْ نَّشَآءُ , وَجَآءَ, أُوْلَئِكَ :
Dengan demikian apabila ada huruf hamzah yang tidak terkumpul dalam satu kata maka, tidak dikategorikan dengan bagian mad ini. Perhatikan contoh yang lain :
No Contoh Sebab
(1) (2) (3)
1 السّمآء Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
2 بَآءَ Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
3 سِيْئَ Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
4 سُوْئَ Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata
5 جِيْئَ Setelah huruf mad ada hamzah yang terkumpul dalam satu kata

3. Mad Jaiz Munfashil (مَد جَاِئزْ ُمْنفَصِلُ )
Mad Jaiz maksudnya adalah jaiz atau boleh dibaca panjang atau pendek, dan munfashil artinya terpisah. Jadi pengertian secara istilah dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa Mad jaiz Munfashil artinya kebolehan membaca pendek atau panjang bacaan/huruf mad jika huruf mad tersebut tidak terkumpul dengan huruf hamzah dalam satu kata.

Jadi harus ada syarat yang dipenuhi dalam mad jaiz munfashil ini, yaitu adanya huruf hamzah (ء) sesudah huruf mad tetapi tidak terkumpul dalam satu kata (dalam bahasa Arab disebut kalimat). Untuk panjang bacaannya dapat sama dengan mad wajib muttashil atau bisa juga sama dengan mad thobi’iy, sehingga mad jaiz munfashil dapat dibaca sepanjang satu sampai 2 ½ alif. Perhatikan contoh-contoh berikut ini : ِبمَا َأُنْزِلُ , َرَّبنَا َأخْرِجْنَا , َأخْرِجُوْا َأنْفُسَكُمْ

Namun sebenarnya ada beberapa pendapat ulama qurra mengenai panjang bacaan mad jaiz munfashil ini, yaitu :
a. Imam Nawawi dan Imam Hamzah berpendapat bahwa panjang bacaannya adalah 3 alif;
b. Imam Ashin, seorang guru dari Imam Hafaz dan Syu’bah bahwa panjang bacaannya adalah 2 ½ alif (bacaan ini yang paling banyak disepakati);
c. Imam Ibnu Amiir dan Imam Kisa’i membacanya sepanjang 2 alif;
d. Imam Qolum dan Imam Dury membacanya dengan 1 ½ alif;
e. Sedangkan Imam Ibnu Katsir dan Imam Susy membacanya hanya sepanjang 1 alif atau sama dengan mad thobi’iy.
4. Mad Lazim Kilmy (مَدّ لاَزِمْ ِكلْمِى )
Mad Lazim artinya kelaziman untuk memanjangkan bacaan dan kilmy artinya kata, maksudnya adalah kelaziman memanjangkan huruf mad karena sesudah huruf mad ada huruf yang bertasydid, ini biasanya berada di tengah-tengah kalimat, di mana dalam kalimat tersebut setelah huruf mad ada huruf yang bertasydid (syaddah) yang merupakan tanda khususnya, karenanya disebut dengan mad lazim kilmy atau ahli ilmu tajwid sering juga menyebut mad ini dengan nama mad lazim muthowwal (مد لزم مطوّل), artinya panjang bacaan mad ini adalah wajib paling tidak 2½ sampai 3 alif atau 5-6 harakat. Contoh : يُوَأدُّوْنَ مَنْ حَادّّ الله , وَلاَ الضَّالِّيْنَ .
Pada dasarnya mad lazim kilmy terbagi dua, yaitu :
a. Mad Lazim Kilmy Mukhaffaf (مَدْ لاَزِمْ كِلْمِيْ مُخَفَّفُ ), mukhaffaf artinya ringan, secara istilah pengertiannya yaitu mad lazim kilmy yang ditandai dengan tanda sukun/mati setelah huruf mad, contohnya ألأن dan مَحْيَايْ dengan tanda ~ di atas hamzah di mana panjang bacaannya yaitu antara 2 ½ alif sampai 3 alif (5 – 6) harakat.
b. Mad Lazim Kilmy Mutsaqqal (مَدْ لاَزِمْ كِلْمِيْ مُثَقَّلٌ ), mutsaqqal artinya berat, secara istilah pengertiannya yaitu mad lazim yang ditandai dengan adanya huruf yang bertasydid sesudah huruf mad, contoh :أَلْحَا َّقة (dan contoh seperti telah disebutkan di atas) dan panjang bacaannya sama dengan mad lazim mukhaffaf yaitu antara 2 ½ alif sampai 3 alif. Perhatikan contoh yang lain : تحُــآجُّوْنىِّ- الضَّآ لّــِيْنَ- الصَّآ خَّةُ-الطَّــآ مَّةُ.
5. Mad Lazim Harfy (مَدّ لاَزِمْ َحْرفِىْ )
Secara bahasa arti mad lazim sudah kita ketahui pada penjelasan mad yang terdahulu, kata Harfy berarti huruf, sedangkan secara istilah berarti kelaziman memanjangkan bacaan mad karena huruf-huruf tersebut sebagai pembuka awal surah, di mana Mad Lazim Harfy mempunyai huruf-huruf yang munfaridhah atau berdiri sendiri yang terdapat pada awal surah dalam Al Quran. Huruf-huruf yang digunakan sebagai pembuka awal surah disebut fawatihus suwar (فَوَاتِحُ السُّوَرُ) di mana mayoritas ulama salaf tidak berani mengartikannya, tapi para ulama modern (khalaf) berani menyatakan bahwa huruf-huruf pembuka tersebut mengisyaratkan huruf terbanyak dalam surah yang diawalinya, misalnyaالمر maka yang terbanyak pertama adalah alif, kemudian lam, mim dan terakhir ra’. Sebagian ulama tajwid ada yang berpendapat bahwa mad lazim harfy secara khusus terbagi dua;
a. Mad lazim harfy mutsaqqal atau mad lazim harfy, yaitu yang hurufnya terdengar sebagai ucapan yang terdiri dari tiga bagian/suku kata, dengan panjang bacaannya sampai 3 alif, dan hurufnya yang menjadi pembuka awal surah Al Quran adalah : ك,م,ع,س,ل,ن,ق,ص sedangkan panjang bacaan mad lazim harfy sama dengan mad lazim kilmy yaitu 2 ½ sampai 3 alif dan mad ini harus memiliki dua syarat, yaitu :
1). Terdapat di awal surah
2). Huruf tersebut ucapannya (lafalnya) terdiri dari tiga huruf dengan dipisahkan oleh huruf mad/huruf vokal seperti ق (hurufnya ق,ا,ف atau قاف ), huruf ن (terdiri dari ن,و,ن atau نون), juga س (hurufnya س, ي, ن atau سين), dan ada tanda ~ di atasnya
b. Mad lazim harfy mukhaffaf atau mad kilmy harfy, yaitu yang hurufnya terdengar sebagai ucapan yang terdiri dari dua bagian/suku kata saja, huruf yaitu ر-أ- ط- ي ﻫ ح- Sedangkan panjang bacaannya sama dengan panjang bacaan mad thobi’iy biasa, yaitu 1 alif, dan syaratnya ada dua, yaitu :
1). Terdapat di awal surah
2). Huruf tersebut dalam ucapannya hanya terdiri atas dua huruf dan meninggikan huruf ketiga yaitu hamzah, seperti pada طه (طا ها), حم (bukan حاء ميم),(كاف ها يا عين صاد) كهيعص, dan ada tanda fathah tegak di atasnya
Sebagai catatan untuk mad lazim harfy dan kilmy harfy:
a. Huruf-huruf pengawal beberapa surah Al Quran berjumlah 14 buah, terdiri atas tiga macam, yaitu : a) mad lazim harfy mutsaqqal dengan 8 huruf, b) mad lazim harfy mukhaffaf dengan 5 huruf, dan c) satu huruf tidak mempunyai hukum yaitu alif.
b. Para ahli tajwid berbeda pendapat tentang huruf ع (‘ain) pada awal surah Al Quran. Ada yang melafalkan sebagai عَيْنَ dan ada yang عِيْنَ. jika dilafalkan dengan عِيْن maka tidak ada hukum mad.
6. Mad Aridh Lis-sukun (مَد عَارِض لِسُّكُوْنَْ )
Maksudnya adalah terjadinya penghentian bacaan sesudah huruf mad karena waqaf. Jadi matinya huruf sesudah mad tidak asli tetapi dikarenakan waqaf, seperti نَسْتَعِيْنَ danمِنَ ْالِجنَّةِ وَ النَّاسُ. Panjang bacaannya 2 ½ alif atau bisa pula sampai 3 alif, karena mad ini juga tergolong mad jaiz. Jadi, maksudnya adalah bacaan panjang karena terdapat atau bertemunya huruf mad dengan huruf yang dimatikan karena diwaqafkan. Mad ini bisa saja terjadi pada akhir ayat atau pada tanda waqaf yang berhenti.
7. Mad Iwadh (مد عوض)
Iwadh secara bahasa berarti pengganti, sedangkan secara istilah yaitu mad yang terjadi karena waqaf (berhenti) pada lafal yang ditanwinkan (khususnya fathatain) dibaca nasab di akhir kalimat. Kesimpulannya bahwa mad iwadh semula berupa kata yang berharakat fathatain, kemudian diwaqafkan sehingga fathatainnya diganti dan dibaca dengan nasab/fathah dan bacaannya lebih panjang sekitar 1 alif. Contoh :

No Tertulis Bacaannya
(1) (2) (3) (4)
1 بَصِيْرًا بَصِيْرَا Bashiraa
2 غَفُوْرًا رَّحِيْمًا غَفُوْرًا رَّحِيْماَ …rahiimaa
3 عَزِيْزًا عَزِيْزَا ‘aziizaa
4 مُبِيْنًا مُبِيْنَا Mubiinaa
8. Mad Badal (مد بدل)
Badal secara bahasa artinya pengganti, sedangkan menurut istilah yaitu adanya huruf mad dan hamzah yang terkumpul dalam satu kata, namun huruf hamzah lebih dahulu dari pada huruf mad. Untuk panjang bacaan mad ini, ulama sepakat selama 1 alif.

Mad ini disebut mad badal karena mad tersebut sebagai pengganti dari huruf hamzah yang dibuang dan diganti dengan huruf mad, jadi mad badal yang semula merupakan hamzah kemudian diganti dengan bacaan mad. Hal ini dikarenakan ada dua buah hamzah dalam satu kata, yaitu yang pertama hidup dan yang kedua berharakat sukun/mati, maka oleh ulama tajwid berpendapat bahwa alif yang kedua (yang sukun) diganti dengan mad, sehingga seorang pembaca tidak terlalu berat dalam membacanya. Contoh :

No Tertulis Asalnya Bacaannya
(1) (2) (3) (4)
1 أمَنُوْا أاَْمَنُوْا Aamanuu
2 ِإيْتآَءُ إا ْتآء Iitaa-I
3 َأخَذَ َأاْخَذَ Aakhodza
4 أُوْتِيَ أاوتي Uutiyaa

Dalam mushaf Alquran sering kita hanya menemukan tulisan/cetakan yang sudah diganti dan disempurnakan seperti pada contoh kolom 2 di atas.

9. Mad Shilah (مد صلة)
Mad Shilah artinya bacaan mad yang disambung, atau dengan kata lain, mad shilah adalah huruf mad tambahan yang diperkirakan setelah huruf ha’ dhomir, yang dikira-kirakan dengan harakat dhommah atau kasrah. Mad shilah terbagi kepada dua macam, yaitu :
a. Mad Shilah Qashir (مَدُّ الصلة القصير), yang apabila dhomirnya berada setelah huruf berharakat hidup dan tidak bersambung dengan kata yang sesudahnya, yang diberi alif lam ma’rifah. Sedangkan panjang bacaannya adalah 1 – 2 alif. Contoh :

No Tertulis Bacaan Sebab
(1) (2) (3) (4)
1 إنَّهُ كاَنَا Innahuu… Dhomir berada setelah huruf hidup dan tidak disambung hamzah
2 وَلَهُ مَا.. Walahuu… Sda.
3 أَخْلَدَهُ كَلاَّ Akhladahuu.. Sda.
4 رَسُوْلِهِ Rasuulihii… Sda.

Tetapi jika dhomir itu disambung dengan huruf di depannya yang terdapat alif lam ma’rifah, maka dhomir tersebut tidak dibaca mad shilah qashir, tapi dibaca pendek (qoshor). Juga jika dhomir tersebut berada setelah huruf mad yang sukun, contoh :

No Tertulis Bacaan Sebab
(1) (2) (3) (4)
1 لَهُ السَّمَاوَاتِ Lahussama… Dhomir bersambung dgn Alif lam ma’rifah
2 لَهُ اْلأَسْمَاءُ Lahulasmaa-u Sda.
3 عَلَّمَهُ الْبَيَانُ ‘allahulbayaanu… Sda.
4 ...مِنْهُ... …minhu… Sebelum dhomir ada huruf yang sukun
5 مآ أَغْناَ عَنْهُ Maa aghnaa anhu Sda.
6 فِيْهِ أَياَتٍ Fiihi aayatin Sebelum dhomir ada huruf mad yang sukun
7 أَوْ تَخْفُوْهُ Au-tukhfuuhu Sda.
8 دَخَلْتُمُوْهُ Dkholtumuuhu Sda.
9 فَكُلُوْهُ Fakuluuhu Sda.

b. Mad Shilah Thowil (مَدُّ الصلة الطويل ) adalah mad shilah yang bertemu dengan hamzah qotho’ (hamzah yang dapat dijadikan permulaan atau ibtida’ yang terlelak ditengah ayat/kalimat), sehingga mad ini kelihatan sama dengan mad Jaiz Munfashil, dan panjang bacaannya 1 sampai 2 ½ alif (2 – 5 harakat). Contoh :

No Tertulis Bacaan Sebab
(1) (2) (3) (4)
1 كَانَ لَهُ اِخْوَةٌ …lahuu… Setelah dhomir ha ada huruf hamzah
2 ِبهِ أزْوَاجًا Bihii… Sda.

10. Mad Lien (مد لين)
Mad ini hanya dibaca pada huruf waw dan ya’ yang berharakat sukun setelah huruf lain yang berharakat fathah. Jika bacaannya diteruskan dengan kalimat lain, maka panjang bacaannya 1 alif, sedangkan apabila diwaqafkan (berada pada akhir kalimat) maka dibaca sepanjang 2-3 alif. Berikut contohnya :

No Tertulis Bacaan Sebab
(1) (2) (3) (4)
1 وَأمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٌ Khou-fun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca : Khow-wf).
2 بَـيْتٌ Bai-tun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca : Bay-yt).
3 غَيْبٌ Ghoi-bun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca : Ghoy-yb).
4 رَيْبٌ Roi-bun Huruf lien berada setelah fathah (jika waqaf dibaca : Roy-yb).

11. Mad Tamkin (مد تمكين)
Mad tamkin yaitu mad yang dibaca karena adanya dua huruf ya’ yang pertama berharakat hidup, bertasdid dan kasrah, sedangkan yang kedua berharakat sukun. Panjang bacaannya 1 alif. Contoh :

No Tertulis Bacaan Sebab
(1) (2) (3) (4)
1 النَّبِيِّيْنَ Nabiyyii-na Sebelum ya’ sukun, ada ya’ yang bertasydid
2 حُيِّيْتُمْ Huyyii-tum Sda.

12. Mad Farqu (مد فرقع)
Farqu (bisa juga disebut mad istifham), secara bahasa berarti pembeda, dengan kata lain mad farqu adalah mad yang fungsinya membedakan antara istifham (kata tanya) dengan khabar (berita), sehingga jika tidak dibaca mad, maka hamzah akan disangka sebagai hamzah khabar, padahal ia berfungsi sebagai kata tanya. Panjang bacaannya adalah 3 alif, dan di dalam Alquran hanya terdapat 4 tempat saja, yaitu :

No Tertulis Bacaan Tempat
(1) (2) (3) (4)
1 َأ الذَّكَرَيْنِ Aaa-dzakaroini Al An’am : 143
2 َأ الذَّكَرَيْنِ Aaa-dzakaroini Al An’am : 144
3 َأ اللهُ Aaa-llohu Yunus : 59
4 َأ اللهُ Aaa-llohu An Naml : 59

Jika kita perhatikan contoh-contoh tersebut diatas maka akan terlihat bahwa sesudah kata tanya “apakah” (أ) ada alif lam ma’rifah yang dibaca idghom syamsiyah.

Pengertian Waqaf
Secara bahasa kata waqaf berarti menahan atau berhenti (bisa juga diartikan dengan kata الْكَفَّ), Sedangkan menurut pengertian secara istilah dapat didefinisikan sebagai memutus suara di akhir kalimat (ketika membaca Alquran) selama waktu bernafas, namun jika lebih pendek dari waktu bernafas tersebut, maka hal itu dinamakan saktah.
ا َلْوَقْفُ هُوَ قَطْعُ الصَّوْتِ عِنْدَ أَخِرِ اْلكَلِمَةِ مِْقدَارُ زَمَنِ التــَّنـَفُّسِ أَمَّا اَ قْصَرُ مِنْهُ فَالسَّــكْتُ
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan beberapa kemungkinan tentang kenapa dilakukan waqaf, yaitu :
1. Waqaf untuk berhenti selamanya, yaitu orang yang membaca Alquran pada suatu surah (misalnya An Nisa) dan selesai membaca surah tersebut keseluruhannya, kemudian ia pergi untuk melaksanakan pekerjaannya yang lain. Dan kemungkinan lain juga bisa terjadi, yaitu seseorang yang membaca Alquran pada suatu surah, namun tidak sampai selesai seluruhnya karena ada sesuatu yang harus dikerjakan (misalnya sholat) sehingga ia harus menghentikan atau waqaf bacaannya, tetapi tentu harus berhenti pada tempat yang tepat.
2. Waqaf dengan maksud untuk mengambil nafas sejenak, dan setelah bernafas ia meneruskan bacaannya.

Tanda-tanda waqaf tersebut yang terdapat di dalam Alquran adalah :
1. Tanda huruf mim (م), artinya waqaf lazim (لازم)
Tanda waqaf dengan huruf mim (م) ini mengisyaratkan kepada pembaca bahwa lebih baik berhenti pada tanda tersebut (sebagian ulama bahkan mewajibkan berhenti pada tanda tersebut), karena kalau dilihat dari segi makna dan kesempurnaan pokok masalah sudah tercapai, sehingga tanda waqaf ini pantas dan baik untuk berhenti, dan lafal selanjutnya juga pantas dan baik untuk dijadikan ibtida’. Contoh : Al Baqarah : 212
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلاً أَصْحَابَ اْلقَرْيَةِ م إِذ جَاءَهاَ اْلمُرْسَلِوْنَ (يس:13)
وَإِنَّ مِنْ شِيْعَتِهِ َلإِبْرَاهِيْمَ م إِذ جَاءَ رَبَّهُ ِبقَلْبٍ سَلِيْمٍ (القصص:83-84)

2. Tanda huruf tho’ (ط), artinya waqaf muthlaq (مطلق)
Tanda tersebut berarti lebih baik berhenti (terutama pembaca yang mempunyai nafas yang pendek). Perhatikan contoh berikut :
وَلاَ تـــَبْغِ اْلفَساَدَ فِى اْلأَرْضِط إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ اْلمُفْسِدِيْنَ (القصص:77)
3. Tanda huruf jim (ج), artinya waqaf jaiz (جائز)
Kadang lebih sering kita menemukan tanda waqaf berupa huruf jim kecil (secara bahasa jaiz berarti boleh) yang diletakkan di antara dua lafal yang maksudnya adalah boleh berhenti membaca, tetapi boleh juga meneruskan bacaannya, namun demikian akan lebih baik bagi seorang yang sedang membaca Alquran untuk berhenti apabila menemukan tanda waqaf ini. Contoh QS. Yasin:19 dan Al Furqan:16.


4. Tanda huruf qaf dan fa’ (قف), artinya waqaf mustahab (مستحب)
Jika bertemu dengan tanda waqaf ini artinya kita boleh berhenti atau waqaf pada tempat tersebut, namun tidak menjadi suatu kesalahan apabila meneruskan bacaannya. Tanda qaf dan fa’ juga sering disebut dengan istilah waqaf shigat fil ‘amar (صِغَةْ فِعْلُ اَمْرٌ), perhatikan contoh-contoh berikut :
وَلَوْ شاَءَ اللهُ ماَ اقْـتَـتـَلُوْا قف وَلَكِنَّ اللهَ يَفْعَلُ ماَ يُرِيْدُ (البقرة:253)
...رَبــَّناَ وَلاَ تحَُمِّلْناَ ماَ لاَ طاَقَةَ لَناَ ِبهِ ج وَاعْفُ عَـنَّا قف وَاغْفِرْلــَناَ قف وَارْحمَْناَ قف َاْنتَ مَوْلاَناَ فَاْنصُرْناَ عَلَى اْلقَوْمِ اْلكَافِرِيْنَ (البقرة:286)
5. Tanda huruf qaf, lam dan alif maqsurah (قلى), artinya waqaf yang utama (وَقْفُ اْلأُوْليَ)
Ini berarti seorang pembaca boleh meneruskan bacaannya, namun demikian kalau ia berhenti akan lebih baik dari pada meneruskan bacaan, contoh : At Taubah : 27 dan Ali Imran : 163


6. Tanda huruf zai (ز), artinya waqaf mujawwaz (مجوز)
Waqaf ini adalah kebalikan dari waqaf jaiz yang berarti waqaf yang boleh diteruskan bacannya dan boleh pula dihentikan, namun kalau saja diteruskan bacaannya maka hal tersebut akan lebih baik dari pada dihentikan. Perhatikan contoh berikut :
..فَلاَ تُطِعْهُماَ وَصاَحِبْهُماَ فِى الدُّنـيْاَ مَعْرُوْفاًز وَاَّتبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَناَبَ ِالَيَّ..(لقمنن:15)
7. Tanda huruf shod (ص), artinya yang waqaf murokh-khosh (مرخص)
Tanda ini berarti dibolehkan berhenti pada tanda seperti ini dikarenakan panjang bacaan lafalnya, walaupun akan lebih baik jika bisa meneruskan bacaannya. Contoh :
وَأَتوُا اْليَـتاَمَى أَمْوَالَهُمْ وَلاَ تـَتـَبَدَّلوُا اْلخَِبيْثَ باِلطَّــيِّبْ ص وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ...(النساء :2)
...وَالسَّماَءَ ِبناَءً ص وَأَنْزَلَ...
8. Tanda huruf qaf (ق), artinya qila waqaf (قيل وقف)
Tanda waqaf dengan mengambil huruf qaf (sebagian ada yang mengistilahkan sebagai tanda ‘inda qoulin عِنْدَ قَوْلٍ) ini maksudnya adalah mengisyaratkan adanya perbedaan pendapat ahli qurra mengenai lafal tersebut apakah boleh berhenti atau teruskan saja bacaannya, dalam hal demikian, pendapat yang lebih baik adalah dengan meneruskan (washal) bacaan Alquran, contoh :
مُذَبْذَِبيْنَ بَيْنَ ذلِكَ ق لاَ إِلى هؤُلاَءِ وَلاَ إِلى هؤُلاَءِ ط وَمَنْ يُّضْلِلِ اللهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَِبيْلاً...(النساء:142)
أَنْ لآ اِلَهَ إ ِلآ أَنْتَ سُبْحَنَكَ ق إِنىِّ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ (الأنبى: 87)
9. Tanda huruf shad, lam dan alif maqsurah (صلى), artinya washlul aula (وَصْلُ اْلأَوْلَى).
Kalau kita bertemu dengan tanda ini pada saat membaca Alquran, ini memberikan tanda bahwa tanda tersebut berarti meneruskan bacaan lebih utama atau baik dari pada mengehentikannya. Contoh : QS. An Nisa : 40 dan QS. Al Kahfi : 15


10. Tanda huruf lam alif (لا), artinya la waqfu fihi (لاَوَقْفُ فِيْهِ)
Tanda tersebut memberikan peringatan kepada pembaca bahwa tidak ada waqaf pada lafal tersebut, dengan demikian akan lebih aula jika meneruskan bacaannya, perhatikan contoh berikut : QS. Al Maidah : 9

11. Tanda dengan huruf kaf (كـ), artinya kadzalika muthobiqun lima qoblaha (كَذَلِكَ مُطَابِقاً لِّماَ قَبْلِهاَ)
Tanda ini adalah sebagai isyarat akan adanya kesamaan antara tanda tersebut dengan tanda sebelumnya, dengan demikian apabila tanda sebelum tanda كـ adalah tanda waqaf قلى, maka tanda ini artinya waqaf قلى, dan jika tanda sebelumnya tanda لا, maka tanda inipun berarti لا juga. Contoh:
وَإِنْ تَفْعَلُوْا.فَإِنَّهُ فُسُوْقٌ بِّكُمْقلىوَاَّتــقُوا اللهَكـ وَيُعَلِّمُكُمُ اللهُ كـ وَاللهُ ِبكُلِّ شَئٍ عَلِيْمٌ (البقرة:282)
وَاْلعَادِياَتِ ضَبْحاًلافَالْمُوْرِياَتِ قَدْحاً كـ فَالْمُغِيْرَاتِ صُبْحاً كـ (العاديات:1-3)
12. Tanda sepasang titik tiga ( - ), artinya mu’anaqoh (مُعاَنَقَةٌ)
Sepasang tanda titik tiga tersebut berarti pembaca boleh berhenti pada salah satu dari dua titik tiga tersebut. Perhatikan dontoh-contoh berikut :
وَلاَ تَقْتُلُوْا ِبأَيْدِ ْيـكُمْ إِلىَ التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوْا

Pada contoh tersebut di atas, maka boleh berhenti pada lafal رَيْبَ atau فِيْهِ dan pada contoh kedua boleh berhenti pada lafal التَّهْلُكَةِ atau lafal وَأَحْسِنُوْا.
13. Tanda huruf sin (س), adalah kependekan dari saktah (سكتة).
Pada tanda tersebut pembaca berhenti sebentar tanpa mengambil nafas. Contoh : QS. Yasin : 52

14. Tanda diambil dari potongan kepala huruf sin (سـ)
Tanda ini sangat jarang ditemukan bahkan kadang-kadang ada cetakan mushaf Alquran yang tidak terdapat tanda tersebut. Tanda ini adalah sebagai tanda dari waqaf sima’i (وَقْفٌ سِمَعِ) atau mendengar apa yang dilakukan oleh rasulullah saw. Tanda ini bukan atas dasar ijtihad para ulama qurra, tetapi berdasarkan apa yang didengar dari bacaan Nabi Muhammad saw melalui riwayat yang mutawattir. Namun ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa tanda sima’i ini adalah selain sebagai tanda waqaf bacaan Nabi Muhammad saw., waqaf ini juga disebut dengan waqaf ghufron (وَقْفٌ غُفْرًا), waqaf munzal (وَقْفٌ مُنْزَلٌ), atau bahkan ada sebagiannya yang menyatakan sebagai waqaf malaikah (وَقْفٌ مَلاَئِكَةٌ). Berikut contohnya :
وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ سـ (البقرة:114)
15. Tulisan سجدة
Tanda ini bukan merupakan waqaf, namun dimasukkan pada bagian ini karena biasanya setelah membaca ayat atau lafal yang terdapat tulisan sajadah dianjurkan untuk berhenti dan membaca tasbih. Mengenai hal ini sudah dipelajari pada semester pertama.
16. Tanda huruf ’ain (ع)
Tanda ini merupakan kependekan dari makra’ (مَكْرُوْعٌ) atau ruku’ (رَكُوْع), tanda ini terletak di pinggir garis hiasan pada mushaf Alquran adalah sebagai tanda bahwa satu pokok bahasan atau topik masalah yang ada di dalam Alquran telah selesai dan berganti dengan bahasan yang lain, juga sebagai tanda anjuran kepada pembaca yang hendak menghentikan bacaan Alquran dan tidak meneruskannya lagi untuk sementara waktu (karena ingin istirahat atau ada keperluan lain). Perhatikan contohnya :
...ناَرٌ حاَمِيَةْ ع (القرعة : 1-11)
...ِانَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَئٍْ ع (البقرة:20)
مِنْ أَمْوَالِ الــنَّاسِ مِنَ اْلإِ ثــمِ وَ أَنــْتُمْ تَعْلِمُوْنَ ع (البقرة:177)
Pada Musyawarah Kerja Ulama Alquran pada tahun 1980 telah diambil suatu keputusan untuk menyederhanakan tanda-tanda waqaf tersebut menjadi 7 macam saja, dengan asumsi bahwa tanda-tanda yang disederhanakan tersebut tidak mengurangi arti dan maksudnya.

Berikut mengenai tanda waqaf yang disederhanakan :
1. م tanda tersebut tidak disederhanakan
2. لا tanda tersebut tidak disederhanakan
3. ج tanda tersebut tidak disederhanakan
4. صلى merupakan tanda yang disederhanakan/gabungan dari tanda-tanda ص- ز- صلى dikarenakan tanda-tanda tersebut sama maksudnya.
5. قلى adalah tanda yang disederhanakan dari tanda-tanda قف dan ط.
6. Tanda waqaf كـ tidak ditulis karena diganti dengan tanda yang sebelumnya.
7. Tanda waqaf ق tidak ditulis karena diganti dengan tanda yang sebelumnya.
8. سكتة dan atau س tanda tersebut tidak disederhanakan
9. Tanda waqaf mu’anaqah ( -- ) tanda tersebut tidak disederhanakan

Dari keterangan tersebut dapat diambil satu kesimpulan bahwa tanda yang disederhanakan oleh para ulama meliputi : م- لا- ج – صلى – قلى- سكتة - dan mu’anaqah.

Kamis, 03 Februari 2011

"Valentine Days" Sangat Merusak Aqidah

Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.

Cikal Bakal Hari Valentine
Sebenarnya ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul Valentine’s Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang peristiwa sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (The World Book Encyclopedia, 1998).

Versi lainnya menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)

Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:
1. Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
2. Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
3. Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
4. Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.

Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.

Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.

Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Maysir mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.

Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.

Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!

Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)

Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”

Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.

Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.

Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan

Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)

Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”
Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam

Minggu, 02 Januari 2011

Pelatihan PTK



Bogor, 16 Desember 2010
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI melaksanakan kegiatan "Seminar Hasil Studi Peningkatan Kompetensi GPAI dalam Penelitian Tindakan Kelas" pada tanggal 16-18 Desember 2010 yang bertempat di Sahira Butik Hotel, Kota Bogor. Kegiatan tersebut pada dsarnya sebgai kelanjutan dari kegiatan "Workshop Peningkatan Kompetensi GPAI dalam PTK" yang telah dilaksanakan pada tanggal 22-25 Juni 2010 bertempat di Hotel Horison, Bekasi.
Pada kegiatan seminar tersebut setiap peserta yang berjumpaj 20 orang mempresentasikan hasil PTK yang telah dilaksanakan pada sekolah masing-masing. Kegiatan tersebut hanya diikuti perwakilan 5 Kabupaten/Kota se-Indonesia, yaitu Kabupaten Serang, Banten; Pasuruan; Klaten; Lampung Selatan; dan Kabupaten Banjar. Peserta dari Kabupaten Banjar diwakili oleh pengurus MGMP PAI SMP yaitu Muhammad Toha, M.Pd.I dan Ahmad gafuri, S.AG; serta MGMP PAI MTs oleh Muhammad Hilman, S.Pd.I dan Sufyan Tsauri, S.Ag.